Penghargaan Karya Jurnalistik 2014, Kembalikan Semangat Pers Dalam Pemberitaan Independen
Penghargaan Karya Jurnalistik 2014, Kembalikan Semangat Pers Dalam Pemberitaan Independen
Penganugerahan karya jurnalistik 2014 yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW) Selasa (17/3/2015) di Gedung Usmar Ismail berlangsung sukses. Sejumlah tokoh antikorupsi seperti Pimpinan KPK nonaktif Bambang Widjojanto, tokoh perempuan Nahdatul Ulama (NU) Shinta Nuriyah Wahid, Bimbim dan Ridho Slank juga ikut memeriahkan.
Acara yang dimulai pada pukul 19.30 wib dibuka oleh Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Adnan mengatakan, keterkaitantan antara ICW dengan media adalah, sebagai watch dog ICW mengkritisi kebijakan yang berpotensi korupsi. Sedangkan peran media adalah sebagai wadah penyebaran informasi dan publikasi. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Namun tekanan pemilik media masih menjadi sumbatan masalah para jurnalis, dalam mengungkap suatu kejahatan yang melibatkan politisi dan pengusaha kepada publik.
"Penganugerahan ini sebagai bentuk dukungan dan apresiasi kepada insan media yang telah bekerja keras, mendorong gerakan antikorupsi melalui publikasinya, baik cetak maupun elektronik," kata Adnan.
Tahun depan, penganugerahan ini dapat terus dilakukan sebagai bentuk dukungan ICW kepada media dalam memerangi agenda antikorupsi di Indonesia.
Selai itu, apresiasi juga datang dari Pimpinan nonaktif KPK Bambang Widjojanto, "Penghargaan seperti ini penting dan bermakna untuk membangun kesadaran jurnalis, bahwa perannya sangat penting bagi masyarakat," kata Bambang dalam sambutanya. Menurutnya, saat ini tantangan media dalam memberikan informasi tidaklah mudah. Gesekan kepentingan luar biasa terlihat bagaimana 'iming-iming' pemberitaan kasus yang bukan kepentingan publik malah diberitakan. Maka, tidak jarang 'orang' dibayar untuk membuat berita antikorupsi yang tidak populer.
"Penghargaan ini dapat memicu kembali kesadaran bahwa dalam berbuat baik pasti ada 'hadiahnya'. Dan melalui penghargaan inilah hadiah bagi jurnalis yang baik," tegas Bambang.
Peran penting pers dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat yang dianalogiakan sebagai pendekar yang membawa pedang pusaka sakti. Hal ini disampaikan oleh Shinta Nuriyah Wahid dalam keynote speech nya. Menurutnya, penganugerahan ini sebagai bukti bahwa media yang membawa pedang pusaka sakti telah benar menggunakannya dalam melakukan investigasi dan menyebarkan informasi.
"Yang perlu diwaspadai adalah jika pedang sakti tersebut berada di tangan (media) yang salah. Penyelewenangan kejahatan berupa informasi bohong dan fitnah dapat terjadi," keluhnya.
Disela-sela acara, iringan musik dengan lirik progresif anti korupsi disajikan oleh dua seniman musik yaitu Hanyaterra dan Ikhsan Sekuter. Tepuk tangan meriah yang diberikan para undangan, juri, dan tamu lainya menghantarkan kepada puncak acara yaitu pembacaan pemenang.
Dari 5 kategori yaitu kategori foto, kategori karikatur, kategori indepth reporting, kategori investigasi, dan kategori investigasi penyiaran masing-masing telah ditetapkan pemenangnya. Untuk kategori Karikatur dimenangkan oleh Joko Lowarso dari Harian Terbit; Pemenang kategori foto adalah Afriadi Hikmal dari Jakarta Globe; Ketegori penyiaran investigasi dimenangkan oleh Harvin Naqsya Bandy dengan karya "Proyek Abadi Pantura" dari Kompas TV; Pemenang In-Depth Reporting adalah Isfari Hikmat dengan karya "Skandal THR Sutan Bhatoegana" dari Majalah Detik; Laporan investigasi dimenangkan oleh Akbar Tri Kurniawan dengan karya "Tapak Timah Jenderal Bangka" dari Majalah Tempo.
Perasaan haru dan bangga muncul atas penganugerahan katagori in-depth reporting yang dilakukan Majalah Detik. Sebagai media yang baru di jagat pers di Indonesia tentu ini suatu prestasi yang luar biasa. Penghargaan yang diberikan ICW kepada Majalah Detik dapat menjadi amunisi baru untuk redaksi Majalah Detik, agar terus konsisten dalam mendukung gerakan anti korupsi. "Ini bensin buat kita (Majalah Detik) dalam memaksimalkan penyebaran informasi tentang bahaya korupsi kepada masyarakat. Karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bahaya laten korupsi dan gerakan antikorupsi itu sendiri," kata Isfari Hikmat.