Penghentian Penyidikan Bukan Wewenang Pengadilan
Penghentian penyidikan bukan termasuk ruang lingkup pengadilan. Majelis hakim menilai keluarnya surat penghentian penyidikan perkara atau SP3 tidak membawa akibat hapusnya kewenangan penyidik untuk memeriksa kembali kasus itu. Apabila di kemudian hari ditemukan bukti yang cukup, penyidikan bisa dimulai lagi. Penghentian penyidikan tak termasuk kategori nebis in idem.
Demikian pendapat majelis hakim yang dipimpin oleh Mansyurdin Chaniago saat mereka membacakan putusan sela di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/4). Putusan sela ini dibacakan untuk perkara dugaan korupsi hutan di Kalimantan Timur dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Timur Robian. Dalam sidang yang lain di hari yang sama, majelis hakim membacakan putusan sela untuk mantan Kepala Kanwil Departemen Kehutanan Kalimantan Timur Uuh Aliyudin.
Robian dan Uuh Aliyudin diajukan ke Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi terkait dengan dugaan korupsi pemberian izin pemanfaatan kayu dalam hutan di Kalimantan Timur. Sebelumnya, Pengadilan Khusus Tipikor sudah memvonis Gubernur Kalimantan Timur Suwarna Abdul Fatah 18 bulan. Sedangkan rekanannya, Direktur Utama Surya Dumai Group Martias, masih diadili di Pengadilan Khusus Tipikor.
Majelis hakim berpendapat, ditinjau dari segi formal, penghentian penyidikan tidak termasuk kategori nebis in idem, sebab penghentian penyidikan bukan termasuk ruang lingkup pengadilan. Masih dalam taraf kebijaksanaan dalam penyidikan sehingga penuntutan yang dilakukan terhadap terdakwa tidak menyalahi KUHAP sehingga eksepsi tidak dapat diterima.
Dalam sidang lainnya, majelis hakim menyebutkan tidak dapat menerima eksepsi terdakwa Uuh Aliyudin. Soal penggabungan perkara, majelis hakim mengacu Pasal 141 dan 142 KUHAP, penuntut umum berwenang untuk menggabungkan perkara. (VIN)
Sumber: Kompas, 3 April 2007