Penghilangan Ayat Tembakau Bisa Dipidana
KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD meminta unsur pidana dalam kasus penghilangan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan diusut.
"Kemungkinan adanya kasus pidananya harus diusut. Kenapa ada ayat (2) bisa hilang? Kalau ada unsur kesengajaan, maka banyak pasal pidana yang bisa dikenakan di situ," kata Mahfud di rumah dinasnya Widya Chandra III, Jakarta, Rabu (14/10).
Undang-Undang Kesehatan telah disahkan DPR, 14 September 2009 lalu. Namun, saat dikirim ke Presiden, Pasal 113 yang terdiri dari tiga pasal berubah menjadi dua pasal. Ayat (2) tentang tembakau raib sebelum diundangkan oleh Presiden. Penghilangan ayat tersebut diduga ada unsur kesengajaan untuk mengamankan kepentingan perusahaan rokok.
Pasal 113 Ayat (2) itu menyatakan, "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan atau masyarakat sekelilingnya."
Ayat tentang tembakau itu tentu merugikan perusahaan rokok. Dugaan adanya kesengajaan sangat kuat karena sebelumnya ketentuan Pasal 46 ayat (3) huruf b UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyebutkan “Siaran iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif” diuji ke Mahkamah Konstitusi. Dengan aturan itu, kemungkinan industri rokok bakal dilarang untuk beriklan di media penyiaran.
Menurut Mahfud, secara teknis hukum, hilangnya ayat tersebut tidak ada masalah karena belum diundangkan oleh Presiden. "Jadi, Presiden belum menandatangani dan belum masuk dalam lembaran negara, tinggal diperbaiki, itu kalau dari sudut materi UU. Diperbaiki dulu, lalu ditambahkan, mumpung belum ditandatangani oleh Presiden," ujar Mahfud.
Pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin mengaku heran dengan hilangnya satu ayat mengenai bahaya adiktif tembakau dalam UU Kesehatan.
"Bagaimana mungkin satu ayat bisa hilang seperti itu dari hasil sebuah UU yang telah ditetapkan. Harus ada pengusutan serius dan tuntas apakah hal itu benar-benar sebuah ketidaksengajaan atau justru sebaliknya," ujar Irman, Rabu (14/10).
Pengamat politik Universitas Indonesia Arbi Sanit menilai faktor kesengajaan sangat kental dalam kasus ini mengingat dalam pembahasannya pun secara resmi sudah ada pihak-pihak yang berupaya menghilangkan ayat ini. Karena itu, jika mau mengusut kasus ini sebaiknya dimulai dari kelompok yang tergabung dalam Pansus yang berniat menghilangkan ayat ini sejak awal pembahasan.
Arbi sepakat kasus ini harus diusut tuntas dan pihak-pihak yang sengaja menghilangkan ayat tentang tembakau dipidanakan. "Ini kasus yang sangat serius selain kemungkinan adanya tindak pidana korupsi juga karena pihak yang sengaja melakukan ini juga membahayakan demokrasi, melawan hukum dan perusak konstitusi," tegasnya.
Koordinator Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan kejadian seperti ini sudah diprediksi karena anggota DPR yang lalu bekerja seperti mengejar target di akhir masa jabatannya sehingga kealpaan seperti itu mungkin terjadi. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadinya permainan dari pihak yang berkepentingan seperti industri rokok dan lainnya.
"Unsur kesengajaannya sangat kuat karena yang hilang justru adalah pasal yang krusial yang berhubungan dengan industri rokok itu sendiri. Jika ini yang terjadi, ini adalah tindakan kejahatan dalam proses pembuatan UU," ujar Sebastian. Ia menyarankan aparat hukum menyelidiki kasus ini secara serius.
Ketua Pansus RUU Kesehatan Ribka Tjiptaning menegaskan Pansus tidak pernah menghilangkan atau mengorupsi ayat rokok yang terus diperdebatkan. "Saya pastikan pada saat saya membacakan di rapat paripurna, ayat rokok tersebut tercantum. Karena itu, penghilangan ayat tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja. Mungkin secara kebetulan yang terkirim ke Sekretariat Negara adalah dokumen yang belum diperbaiki," tegas Ribka.
Setelah dicek ke sekretariat jenderal DPR, kata Ribka, itu hanya soal human error. Ayat (2) Pasal 113 UU Kesehatan dilaporkan menghilang saat diserahkan ke Sekretariat Negara. Korupsi ayat itu ketahuan karena ayat di bagian penjelasan terlupa dihapus. Setelah diributkan, ayat itu telah kembali ke posisi semula.
M. Yamin Panca Setia/Rhama Deny
Sumber: Jurnal Nasional, 15 Oktober 2009