Pengistimewaan Koruptor Harus Dihentikan
Antikorupsi.org, Jakarta, 4 April 2016 – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly didesak untuk hentikan pengistimewaan terhadap terpidana kasus korupsi.
“Sepanjang koruptor dianggap sebagai ‘raja’ maka tidak akan muncul efek jera buat mereka,” kata Lalola Easter, Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) melalui pesan yang diterima Antikorupsi.org, Kamis 31 Maret 2016.
Perlakuan istimewa terhadap narapidana perkara korupsi tidak hanya terjadi satu kali saja. Kendati telah diprotes, nyatanya keistimewaan masih terjadi.
Yasona lalu didesak untuk melakukan penghapusan keistimewaan atau fasilitas khusus terhadap narapidana kasus korupsi di Lembaga Permasyarakatan (Lapas).
“Aturan soal tata tertib narapidana selama di Rutan dan Lapas harus ditegakkan dan diberlakukan sama untuk semua narapidana termasuk narapidana korupsi,” jelas Lalola.
Desakan muncul disebabkan pemberitaan di media yang menunjukkan perlakukan istimewa terhadap narapidana perkara korupsi masih terjadi, khususnya di Lapas Sukamiskin. Beberapa keistimewaan tersebut yaitu memiliki dan menggunakan telepon genggam dan laptop di dalam Lapas, atau menerima kunjungan selain di ruang besuk.
Pengistimewaan ini juga menimbulkan pertanyaan soal mekanisme kontrol dan tata kelola Lapas yang berada di bawah otoritas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). “Menunjukkan adanya fungsi kontrol atau pengawasan yang tidak berjalan,“ ucap Lalola.
Karena itu, Yasona juga diminta untuk melakukan perbaikan pengawasan terhadap para petugas lapas, dan melakukan pergantian posisi terhadap pihak yang ditengarai turut serta dalam melakukan pengawasan terhadap narapidana.
Terakhir, Yasona didesak untuk melakukan Audit atas kinerja Lapas. “Dengan membentuk sebuah tim audit eksternal independen yang tidak berasal dari Kemenkumham maupun DPR RI,” tutupnya.
(Egi)