Pengumpulan Dana Nonbujeter Imbauan Rokhmin
Pengumpulan dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan berawal dari rapat pemimpin Departemen Kelautan pada 20 Februari 2002. Menurut Sumpeno Putro, bekas Direktur Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran Departemen Kelautan dan Perikanan, pengumpulan dana itu dilakukan setelah terjadinya musibah di Situbondo, Jawa Timur.
Ada imbauan secara lisan dari Menteri tentang pengumpulan dana, ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Sumpeno menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi pengumpulan dana nonbujeter Departemen Kelautan dengan terdakwa bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.
Sumpeno mengatakan tidak mengetahui secara detail penggunaan hasil pengumpulan dana nonbujeter itu. Menurut dia, selain untuk bantuan bencana Situbondo, dalam rapat tercetus untuk merumuskan Rancangan Undang-Undang Perikanan dan melakukan lobi untuk antidumping ekspor udang ke Amerika Serikat. Setiap sumbangan tidak ada tanda terimanya, ujarnya.
Husni Manggabarani, saksi lainnya, membenarkan perihal rapat itu. Dalam rapat itu, kata dia, ada wacana ingin mengembangkan program Departemen Kelautan yang tidak ditanggung anggaran pendapatan dan belanja negara. Tapi Husni menegaskan pengumpulan dana itu tidak hanya berasal imbauan Menteri. Idenya dari peserta rapat, ujarnya.
Seusai sidang, Rokhmin mengakui mencetuskan ide soal pengumpulan dana nonbujeter. Tujuannya untuk kepentingan nelayan dan memajukan program Departemen Kelautan. Peserta rapat waktu itu tidak ada yang berkeberatan, ujar Rokhmin.
M. Assegaf, pengacara Rokhmin, mengatakan kliennya tidak mengetahui jumlah ataupun individu yang menyumbang dana. Tujuan pengumpulan dana itu untuk masyarakat miskin dan program Departemen Kelautan dan Perikanan yang tidak mendapatkan kucuran dana dari APBN.
Perihal lobi ke Amerika, Assegaf menjelaskan dana tersebut digunakan untuk melobi pihak Amerika agar membatalkan larangan ekspor udang ke Amerika. Menurut dia, dengan lobi itu, akhirnya para petambak udang bisa mengekspor langsung. Sandy Indra Pratama
Sumber: Koran Tempo, 19 April 2007