Penjara Para Koruptor
Kepala Lapas (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen terjaring Operasi Tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sabtu (21/7) dini hari. Wahid diduga menerima suap terkait fasilitas tahanan dan izin keluar dari lapas Sukamiskin.
Lapas Sukamiskin merupakan lapas khusus untuk tahanan korupsi. Sederet narapidana korupsi seperti Fuad Amin, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, Anas Urbaningrum, Nazaruddin ditahan Sukamiskin. Tapi saat KPK melakukan OTT, Fuad Amin dan Wawan tidak ada di dalam sel.
Semestinya lembaga pemasyarakatan bisa menjadi tempat pembinaan bagi para napi agar tidak mengulangi perbuatan buruknya. Tapi alih-alih, ditahan ternyata banyak napi hanya tetap bisa pelesiran dan mendapatkan fasilitas mewah dan ruangan sel yang lebih besar. Salah satu ruangan narapidana yang menarik perhatian adalah milik Agusrin M Najamudin. Sel ini berukuran lebih besar dari sel lainnya serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Nampaknya ruangan tahanan di Lapas Sukamiskin lebih cocok disebut kamar hotel atau kamar apartemen ketimbang penjara narapidana korupsi.
Lapas Sukamiskin bukan pertama kalinya mendapat sorotan. Sebelumnya, pada awal 2017 banyak diperbincangkan karena isinya mewah dan memiliki saung khusus. Saung ini diperuntukkan bagi para narapidana korupsi untuk bertemu dengan pihak keluarganya. Pertanyaan yang paling mendasar, darimana uang yang digunakan oleh pihak lapas untuk membangun fasilitas tersebut? Jelas ada suap-menyuap yang dilakukan.
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) sedikitnya sejak 2008-2018 sudah 20 orang kepala rumah tahanan, kepala penjara, dan sipir penjara yang tersangkut dalam kasus suap. Ironisnya hanya dua orang yang diproses secara hukum, sisanya cuma sanksi administratif.
Kasus suap menyuap yang terjadi di dalam lapas bukan kejadian baru. Diduga praktek terlarang tersebut sudah berlangsung lama dan sistematis. Sayangnya, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah. Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly hanya memberikan instruksi penggeledahan seluruh lapas di Indonesia.
Selain itu, terjadinya suap menyuap di dalam penjara dan menghadirkan fasilitas mewah telah menghina kewarasan masyarakat. Uang rakyat telah dicuri, tetapi para koruptor dengan leluasa hidup mewah di dalam penjara. Seharusnya para koruptor dihukum penjara dengan sangat ketat. Kejadian ini menunjukkan tingkat pengawasan di lapas begitu rendah.
Untuk mencegah kongkalikong antara petugas dengan narapidana korupsi, maka fungsi pengawasan dari Inspektorat Kemenkumham maupun Dirjen Pemasyarakatan harus lebih diperkuat. Napi korupsi seharusnya ditempatkan dalam penjara khusus dengan tingkat keamanan dan pengawasan yang ketat. Bisa juga diawasi oleh pihak KPK atau kepolisian selama 24 jam.
Sedangkan dalam aspek penindakan, Kemenkumham sebaiknya menerapkan peraturan tanpa toleransi terhadap pratik suap menyuap di lingkungan penjara. Jika petugas penjara terbukti menerima suap, berapa pun jumlahnya atau telah membantu menyediakan fasilitas mewah dan membantu pelisiran, maka kementerian tidak perlu ragu untuk menjatuhkan sanksi berat berupa pemecatan dan mendorong pelakunya diproses secara hukum. (Nisa/Ade)