Penunggak Pajak Sektor Migas Tidak Hanya 14 Perusahaan
Ternyata bukan hanya 14 perusahaan migas yang menunggak pajak seperti disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 33 operator yang bandel membayar kewajibannya kepada negara.
Peneliti ICW Firdaus Ilyas menuturkan, perusahaan migas itu tidak hanya berasal dari asing. Beberapa bahkan kontraktor migas lokal. “Ada perusahaan mayoritas asing iya, perusahaan lokal iya. Pertamina iya. Pertamina dan BUMD Riau,” kata Firdaus saat jumpa pers di kantor ICW, Jl Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (18/7).
“Jumlahnya ada 33 perusahaan, bukan 14 perusaahaan operator. Ini data perusahaan berdasarkan lapiran BPKP dan BPK,” lanjutnya. Menurutnya, apa yang disampaikan KPK baru sebagian kecil data yang ada. Karena itu, Firdaus mendorong agar KPK melakukan pengawasan dan pemantauan secara intensif dan menelusuri indikasi tindak pidana korupsi terkait berlarut-larutnya utang pajak perusahaan migas tersebut.
Ada pun jumlah total tunggakan pajak yang belum dibayar 33 perusahaan itu adalah 583 juta dolar AS. Nilainya diperkarakan mencapai sekitar Rp 5 triliun.
“Itu dari tahun 2008, 2009 dan 2010. Tentunya kurs disesuaikan dengan nilai dolar saat itu,” ujarnya.
Berikut 33 perusahaan yang disampaikan ICW sebagaimana dikutip dari audit BPK dan BPKP per 24 Mei 2011: unduh di sini..
Sementara itu KPK menegaskan akan menindak 14 perusahaan asing pengemplang pajak. ìKalau untuk urusan ekonominya kita desak kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menagih utang pajak mereka, tapi kalau ada indikasi masalah hukumnya tentu KPK yang akan menelusurinya,” kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Haryono Umar. (J13,dtc-80)
Sumber: Suara Merdeka, 19 Juli 2011
------------------
Tunggakan Pajak Perusahaan Minyak Mencapai Rp 5,2 Triliun
Indonesia Corruption Watch mengungkapkan 33 perusahaan minyak dan gas bumi menunggak pajak senilai US$ 583 juta atau sekitar Rp 5,2 triliun. Jumlah pajak yang belum dibayar terdiri atas tagihan pada 2008 sebanyak US$ 284,2 juta, 2009 sebesar US$ 139,4 juta, dan pada 2010 mencapai US$ 159,3 juta. "Ini harus ditagih," ujar peneliti ICW, Firdaus Ilyas, kemarin.
Menurut dia, temuan ini berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan di-review Badan Pemeriksa Keuangan. Pajak yang belum dibayar itu mayoritas pajak penghasilan dan beberapa pajak dividen. Direktorat Jenderal Pajak, kata Firdaus, seharusnya menerbitkan surat kurang bayar pajak. "Jika memang ada indikasi pidana pajak, pajak wajib membawa ke ranah hukum."
Diakuinya, data tunggakan pajak tersebut sama dengan yang diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi. "Mungkin KPK hanya sampai 2008 karena hanya ada 14 perusahaan. Data ini sampai 2010, yang berjumlah 33 perusahaan," kata Firdaus.
Firdaus tak sepakat dengan alasan yang dikemukakan penunggak: adanya perbedaan interpretasi atas jumlah pajak. Menurut dia, sangat aneh bila ada perbedaan penafsiran. Sebab, semuanya sudah dituangkan dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract). Kontrak ini menjadi dasar perjanjian. "Jika ada yang merasa dirugikan, renegosiasi kontraknya."
Juru bicara Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Gde Pradyana, menyatakan belum bisa menyebutkan perusahaan yang diduga kurang membayar pajak, lantaran nilai kerugian masih diproses. Kasus kurang bayar pajak, kata dia, merupakan isu lama yang belum diputus oleh Pengadilan Pajak. "Karena mereka memang tidak ngemplang pajak, tapi justru taat pada aturan."
BP Migas, kata Gde, harus menghargai sanctity of contract atau kontrak yang mengikat para pihak. Masalah pajak muncul, dia melanjutkan, setelah keluar aturan perpajakan yang tak sesuai dengan kontrak. "Ini yang kemudian menjadi masalah," ujar Gde.
Perusahaan minyak asal Cina, PetroChina International Indonesia, membantah memiliki tunggakan pajak US$ 62,9 juta. "Tidak ada, kami juga kaget mendengar kabar tersebut," ujar Kepala Pajak PetroChina Bambang kemarin. Laporan BPKP yang dia terima tidak mencantumkan tunggakan pajak tersebut.
Menurut Bambang, perusahaannya selama ini taat membayar pajak kepada pemerintah Indonesia. Tapi memang, dalam pembayaran pajak atas dividen, perusahaan tidak menyetor ke rekening Direktorat Jenderal Pajak. "Tapi langsung ke rekening Menteri Keuangan yang berada di New York, Amerika Serikat." ALI NY | NUR ROCHMI | GUSTIDHA BUDIARTIE
15 Perusahaan Minyak Kurang Bayar Pajak (dalam US$) |
|
1. CNOOC SES Ltd |
94,2 juta |
2. ConocoPhillips (Grissik) |
84,7 juta |
3. PetroChina International Indonesia Ltd (Blok Jabung) |
62,9 juta |
4. Mobil Exploration Indonesia Inc (Blok Sumatera Utara Offshore) |
59,9 juta |
5. VICO |
42,9 juta |
6. ExxonMobil Oil Indonesia Inc |
41,7 juta |
7. Premier Oil (Lauta Natuna A) |
38,3 juta |
8. BP West Java Ltd |
35,1 juta |
9. Star Energy |
17 juta |
10. PT Pertamina EP |
16,9 juta |
11. Chevron Makassar Ltd (Blok Makassar Strait) |
16,7 juta |
12. JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia Ltd |
11 juta |
13. Premier Oil Natuna Sea BV |
9,2 juta |
14. Chevron IND (Area East Kalimantan) |
8,7 juta |
15. PetroChina International (Area Tuban) |
7,6 juta |
SUMBER: ICW, DIOLAH DARI HASIL AUDIT BPK DAN BPKP |
SUMBER: Koran Tempo, 19 Juli 2011