Penyidik Sita Dokumen dan Uang Rp 1,5 M
Dugaan Korupsi KBRI Bangkok
Tim jaksa penyidik dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berangkat ke Thailand akhirnya membawa pulang sejumlah dokumen terkait kasus dugaan korupsi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok. Selain dokumen, jaksa penyidik menyita sejumlah uang yang menjadi barang bukti dalam kasus penyimpangan anggaran Rp 2,5 miliar itu.
''Benar (ada penyitaan uang). Nilainya sekitar Rp 1,5 miliar,'' kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy kepada Jawa Pos kemarin (18/10). Namun, Marwan menyatakan belum mendapat laporan lengkap dari tim jaksa penyidik. Termasuk, kemungkinan bertambahnya tersangka.
Sebelumnya, tim jaksa penyidik yang berjumlah enam orang bertolak ke Thailand Senin lalu (12/10). Mereka melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan dua tersangka serta pengumpulan alat bukti kasus tersebut. Termasuk, yang diperiksa adalah Dubes RI untuk Thailand M. Hatta. ''Kami sudah klarifikasi juga Dubesnya,'' ujar Marwan.
Kasus di kantor perwakilan Indonesia itu terkait adanya penyimpangan anggaran yang berasal dari sisa anggaran 2008 sebesar Rp 2,5 miliar. Sisa anggaran itu tidak disetorkan kembali ke kas negara. Namun, oleh pejabat KBRI dipergunakan untuk kepentingan lain tanpa revisi anggaran dari Depkeu.
Salah satu aktivitas yang dibiayai dari dana sisa anggaran adalah kegiatan KTT Ke-14 ASEAN yang sebenarnya sudah dianggarkan Setneg. Namun, KBRI Bangkok ternyata juga menganggarkan dana. Selain itu, dana digunakan untuk pembayaran tunjangan kemahalan pegawai setempat dan guru di KBRI Bangkok.
Kejagung sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu. Mereka adalah Bendahara KBRI Suhaeni dan Wakil Dubes Djumantoro Purbo.
Secara terpisah, kuasa hukum Djumantoro, Palmer Situmorang, membenarkan bahwa kliennya telah menjalani pemeriksaan. Namun, statusnya saat itu saksi untuk tersangka Suhaeni. Dia mengatakan, penyidik juga menyita uang USD 35 ribu dan 1,6 juta baht. ''Tapi, itu bukan disita dari Pak Djumantoro,'' kata Palmer ketika dihubungi Jawa Pos kemarin.
Sesuai keterangan dari bendahara, lanjut dia, Djumantoro tak pernah menggunakan uang itu. ''Dia juga tidak pernah melihat dan tidak tahu jumlahnya,'' ujarnya. Dari keterangan saksi, disebutkan bahwa Dubes yang mengambil keputusan terkait anggaran tersebut.
Palmer menyayangkan status tersangka yang telah dikenakan kepada kliennya. Dia juga menilai, ada kesalahan dalam mengartikan siapa yang menjabat kuasa pengguna anggaran. Sesuai dengan kawat Menlu, kuasa pengguna anggaran adalah Dubes. (fal/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 19 Oktober 2009