Penyidikan Koneksitas
Presiden Bisa Menerbitkan Perppu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak bisa membiarkan bergulirnya ketidakpercayaan publik pada Polri. Presiden harus menjawab persoalan itu dengan membentuk penyidikan koneksitas untuk kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.
Usulan itu disampaikan Ketua Badan Kehormatan DPR T Gayus Lumbuun di Jakarta, Sabtu (31/10).
Gayus mengingatkan, protes publik pada penahanan Bibit dan Chandra tak cuma melalui aksi nyata, tetapi juga bergulir dengan cepat di dunia maya. Jika tak segera disikapi, protes publik ini bisa berujung pada ketidakpercayaan yang meluas pada penegakan hukum di negeri ini, bahkan ketidakpercayaan pada pemerintah. Apalagi penjelasan Presiden Yudhoyono terkait kasus penahanan kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu sangat normatif.
Penyidikan koneksitas itu, kata Gayus, melibatkan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Hal tersebut memang belum dikenal di negeri ini. ”Ini terobosan hukum yang bisa dilakukan Presiden untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat pada penegakan hukum,” kata Gayus.
Jika Presiden bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di KPK, seharusnya bisa dikeluarkan perppu pembentukan penyidikan koneksitas. ”Saat ini terjadi kegentingan yang memaksa pada penegakan hukum di negeri ini,” ujarnya.
Penyidikan terhadap dugaan penyalahgunaan wewenang, dugaan pemerasan, atau penyadapan yang ditimpakan pada Bibit dan Chandra tak hanya dilakukan oleh polisi, tetapi juga melibatkan penyidik KPK dan Kejaksaan Agung.
”Hasil dari penyidikan itu juga disampaikan terbuka pada masyarakat,” ungkap Gayus, yang juga anggota Komisi III DPR.
Kemungkinan ”chaos”
Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan juga mengingatkan kemungkinan terjadinya chaos (kekacauan) dalam penegakan hukum di negeri ini setelah Polri menahan Bibit dan Chandra, yang diduga menyalahgunakan wewenang dan melakukan pemerasan. ”Agar tak terjadi chaos dalam penegakan hukum di negeri ini, Peradi meminta Polri segera menangguhkan penahanan Bibit dan Chandra,” ujarnya.
Otto menambahkan, semua pihak harus menjaga tertib hukum untuk kesejahteraan rakyat. Jangan hanya mengedepankan kebenaran yang diyakini sendiri, tetapi justru bisa menimbulkan kekacauan dalam penegakan hukum di negeri ini.
Sebaliknya, Daniel Tonapa dari Perhimpunan Advokat Indonesia Penegak Konstitusi meminta Presiden Yudhoyono untuk mengeluarkan perppu yang menegaskan, seluruh perkara korupsi ditangani oleh KPK. Polri dan kejaksaan hanya menyidik tindak pidana umum. Hal ini untuk menghindari gesekan antarlembaga dalam menangani perkara korupsi.
Daniel juga mengingatkan, ketidakpercayaan publik pada polisi dan jaksa, yang tecermin dalam dukungan yang meluas pada Bibit dan Chandra, bisa berujung pada pembangkangan sipil.
Hendardi, Ketua Setara Institute, juga mengingatkan, kasus penahanan Bibit dan Chandra tak bisa disamakan dengan kasus lain. Penahanan keduanya tidak bisa dilepaskan dari posisi mereka saat menjalankan tugas pada lembaga yang menangani tindak pidana luar biasa, yaitu korupsi.
”Karena itu, Presiden perlu melakukan langkah konkret dengan membentuk komisi independen untuk menyidik perkara itu,” kata Hendardi. (tra)
Sumber: Kompas, 2 November 2009