Penyimpangan Anggaran Daerah Mencapai Rp 1,138 Triliun
Lembaga tersebut mengaudit 33 pemerintah provinsi, 432 pemerintah kabupaten/kota, dan 896 badan usaha milik daerah.
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan penggunaan keuangan daerah sebesar Rp 1,138 triliun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hal itu disampaikan Ketua BPK Anwar Nasution dalam sambutan penyerahan Hasil Pemeriksaan Semester Pertama Tahun Anggaran 2005 kepada Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta kemarin. Lembaga tersebut mengaudit 33 pemerintah provinsi, 432 pemerintah kabupaten/kota, dan 896 badan usaha milik daerah.
Anwar menjelaskan, dari total penyimpangan senilai Rp 1,138 triliun tersebut, sebesar Rp 517,35 miliar digunakan untuk pembayaran tunjangan, honorarium, insentif, dan bantuan keuangan.
Pemberian uang tersebut ditujukan kepada pemimpin, anggota, dan sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, kepala dan wakil kepala daerah, sekretariat daerah, musyawarah pimpinan daerah, badan perencanaan pembangunan daerah, dan badan pengelola keuangan. Penyimpangan tersebut sebagian besar terjadi di 16 provinsi dan 142 kabupaten/kota.
Sedangkan sisanya, Rp 621,29 miliar penyimpangan terjadi pada realisasi belanja daerah yang tidak dilengkapi dengan bukti dan tidak sesuai dengan ketentuan. Penyimpangan tersebut sebagian besar juga terjadi di 16 provinsi dan 123 kabupaten/kota.
Menurut Dradjad Wibowo, anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, hal itu terjadi karena ketidaksinkronan peraturan pemerintah pusat mengenai keuangan daerah dengan kebutuhan daerah.
Misalnya, kata dia, peraturan pemerintah mengenai tunjangan-tunjangan DPRD tidak sinkron dengan pengelolaan anggaran daerah. Itu terjadi karena terlalu tingginya pengaturan pemerintah pusat terhadap daerah.
Akibatnya, Dradjad menambahkan, daerah tidak memiliki ruang gerak yang besar untuk mengelola pengeluaran dan penerimaan sendiri. Jadi, menurut dia, yang perlu dilakukan pemerintah adalah memilah-milah hasil audit yang berindikasi pidana dan yang diakibatkan oleh ketidaksinkronan tersebut. SAM CAHYADI | HERI SUSANTO
Sumber: Koran Tempo, 30 November 2005