Peraturan MA Bisa Diujimaterikan
Dalam sejarah keberadaannya, peraturan Mahkamah Agung pernah menyimpang dari asas yang seharusnya diterapkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Sebagai bagian dari sebuah perundang-undangan, sudah seharusnya peraturan MA atau perma bisa diujimaterikan.
Demikian disampaikan Ronald Sinjal Lumbuun dalam promosi doktor dalam bidang hukum administrasi negara di Kampus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (5/6). Ronald menyampaikan disertasi tentang perma dalam perspektif hukum administrasi negara dengan promotor Prof Dr Valerine JL Kriekhoff, Prof Dr Maria Farida Indrati S, dan Prof Dr Ana Erliyana.
Dalam pengujian yang dipimpin Dekan FH UI Prof Dr Safri Nugraha, Ronald ditetapkan sebagai doktor dengan predikat sangat memuaskan. Hakim pada Pengadilan Negeri Pandeglang, Banten, itu adalah doktor ke-168 yang dilahirkan UI. Ia juga dinyatakan sebagai doktor termuda yang dilahirkan FH UI. Ronald lahir pada 6 September 1978.
Menguji diri sendiri
Ronald menyebutkan, perma sebagai perundang-undangan bisa dikatakan setingkat dengan peraturan presiden. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, yang mengubah UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA, hak uji materi (judicial review) terhadap peraturan di bawah UU adalah di tangan MA. Artinya, perma semestinya diuji materi oleh MA yang sekaligus membuatnya.
Kondisi ini bertentangan dengan asas hukum nemo judex in sua causa (tidak seorang pun bisa menjadi hakim atas kasusnya sendiri). Sebab itu, ia menyarankan agar UU MA direvisi sehingga memungkinkan perma diujimaterikan tanpa melanggar asas hukum.
Valerine mengakui, penelitian Ronald itu memperlihatkan sisi lain dari perma yang dikeluarkan MA sejak 1944. Perma tak cuma berlaku ke dalam lembaga peradilan, tetapi juga keluar. Selama ini 35 perma dibuat oleh MA.
Ronald mengakui, sosialisasi perma yang mengisi kekosongan peraturan di bidang hukum perlu ditingkatkan. (tra)
Sumber: Kompas, 7 Juni 2010