Perempuan Korban Paling Menderita Akibat Korupsi
Pemberitaan media akhir-akhir ini banyak menampilkan perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi. Benarkah kini aktor korupsi sudah mulai bergeser dari laki-laki ke perempuan?
Erry Riyana Hardjapamekas, mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyangkal asumsi itu. Erry menegaskan, persoalan tindak pidana korupsi tidak relevan dihubungkan dengan perspektif jender. Menurut Erry, korupsi lebih berhubungan dengan kekuasaan, tanpa spesifik menyangkut jenis kelamin pelakunya.
"Intinya, kekuasaan. Kekuasaan menjadi sebab penting untuk terjadinya tindakan menyimpang. Perempuan yang memiliki kuasa politik lebih memungkinkan untuk melakukan tindakan korupsi dibanding mereka yang tidak punya kuasa," ujar Erry dalam diskusi dan peluncuran Jurnal Perempuan di Auditorium Universitas Paramadina, Kamis (1/3/2012).
Erry mengkritik pemberitaan media yang seringkali terlalu fokus pada hal-hal sensasional yang tidak berhubungan langsung
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan perempuan yang menjadi tersangka atau terdakwa korupsi. Media, misalnya, justru sibuk mengulas hubungan rumah-tangga, gaya hidup, pakaian dan bentuk tubuh perempuan. "Bukannya menelisik lebih jauh informasi mengenai keabsahan hartanya, sertifikat tanah dan simpanan depositonya," terang Erry.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko menyampaikan pendapat senada. Danang menilai jenis kelamin tidak terlalu mempengaruhi kecenderungan untuk menjadi aktor korupsi. Laki-laki ataupun perempuan, ketika memiliki diskresi dan minim pengawasan, akan berpeluang menyelewengkan kekuasaan.
Danang menekankan, perempuan, secara umum, justru menjadi korban yang paling menderita akibat korupsi. Perempuan, sebagai pengguna utama pelayanan publik, tidak diuntungkan dengan korupsi yang merampas hak masyarakat untuk mengakses pelayananpublik yang berkualitas. "Karena perempuan merupakan kelompok paling miskin, tidak memiliki suara," tukas Danang.
Diskusi "Perempuan dan Pemberantasan Korupsi" digelar dalam rangka peluncuran Jurnal Perempuan edisi 72. Pemimpin redaksi Jurnal Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, ada wacana yang berkembang bahwa perempuan menyalahi kodratnya karena saat ini banyak terlibat dalam kasus korupsi. "Padahal, faktanya, perempuan tetap saja adalah korban," tegasnya. Farodlilah