Perilaku Pejabat Diatur dengan UU
Pemerintah akan membuat sistem dan mekanisme kontrol terhadap sikap dan perilaku penyelenggara negara, baik dari eksekutif, yudikatif, legislatif, maupun auditif, dalam Rancangan Undang-Undang Etika Penyelenggara Negara. Aturan yang bersifat mengikat ini diharapkan dapat menjadi landasan hukum dalam penegakan kode etika dan standar etika penyelenggara negara.
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang membuat RUU Etika Penyelenggara Negara itu mulai meminta masukan dari tokoh agama dan masyarakat, Selasa (19/9). Beberapa tokoh yang hadir, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, guru besar UIN Syarif Hidayatullah Abuddin Nata, dan ahli ilmu pemerintahan Taliziduhu Ndraha.
Deputi Bidang Tata Laksana Menneg PAN Asmawi Rewansyah mengatakan RUU ini diharapkan dapat menciptakan sistem dan mekanisme kontrol sosial penyelenggara negara yang mempunyai daya tekan efektif untuk memberikan pencegahan atau penindakan setiap pelanggaran norma etika.
Dalam draf RUU Etika Penyelenggara Negara, yang dimaksud etika penyelenggara negara adalah nilai moral yang mengikat penyelenggara negara dalam bersikap, berperilaku, bertindak, dan berucap dalam melaksanakan tugas, fungsi, peran, wewenang, dan tanggung jawab. Penyelenggara negara yang harus mematuhi aturan ini adalah pejabat negara (termasuk presiden dan wapres), pimpinan dan pegawai Bank Indonesia, pegawai negeri, pimpinan dan anggota MPR/DPR, serta seluruh pejabat dan anggota badan atau lembaga negara yang dibiayai APBN maupun APBD.
Din menyambut baik munculnya RUU Etika Penyelenggara Negara. Hanya saja, diharapkan RUU ini tidak hanya mengatur larangan, tetapi juga keharusan yang dilakukan oleh seorang pejabat negara. (sie)
Sumber: Kompas, 20 September 2006