Perkara Korupsi BLBI Rp 583 Miliar; Hendrawan Haryono belum juga dieksekusi [23/07/04]
Majelis hakim kasasi telah memutus perkara korupsi bekas Wakil Presiden Direktur PT Bank Aspac Hendrawan Haryono satu tahun lalu, tepatnya 2 Juli 2003. Terdakwa Hendrawan dinyatakan bersalah dan dihukum empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta atau tiga bulan kurungan jika tidak membayar denda.
Sesuai dengan isi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salinan putusan itu harus segera diserahkan Mahkamah Agung ke pengadilan untuk diteruskan ke kejaksaan agar eksekusi bisa dilakukan. Sebab, putusan kasasi tersebut sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Kenyataannya, sampai hari ini Hendrawan masih bebas layaknya bukan orang hukuman.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan R. Himawan Kaskawa mengaku belum menerima salinan putusan itu. Dia mengaku tidak tahu-menahu alasan Mahkamah Agung yang tak kunjung menyerahkan salinan surat tersebut kepada jaksa. Saya tidak tahu. Saya belum diberi tahu ada putusan kasasi Hendrawan itu. Hanya dengar kabar saja, kata Himawan kepada Koran Tempo di kantornya kemarin.
Karena desas-desus itulah, katanya, Selasa (20/7) lalu, dia berkirim surat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang mengadili perkara ini. Surat itu berisi pertanyaan tentang kepastian putusan kasasi Hendrawan yang didakwa turut terlibat menyalahgunakan dana bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar Rp 583,4 miliar. Dana program penjaminan pemerintah itu seharusnya digunakan untuk memperbaiki kondisi Bank Aspac yang oleng akibat krisis perbankan 1997. Surat saya belum dijawab, kata Himawan seraya menghembuskan asap rokok.
Dengan alasan salinan belum diterima, kejaksaan tidak bisa mengeksekusi Hendrawan. Meski begitu, Himawan yakin terpidana itu pasti datang memenuhi panggilan jaksa manakala eksekusi dilaksanakan nanti. Saya sering ketemu kuasa hukumnya, Pak Samosir (LLM Samosir). Dia jamin kliennya pasti datang (jika dieksekusi).
Salinan surat putusan kasasi Hendrawan yang diperoleh harian bertanggal 28 April 2004. Kepala Direktorat Pidana Mahkamah Agung Moegihardjo, yang menandatangani surat itu, menujukan surat itu kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan ditembuskan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Kepala Rumah Tahanan Negara. Dalam surat itu ada cap dari Subbagian Umum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang menyebutkan salinan itu diterima pada 22 Juni 2004.
Staf Direktorat Pidana Umum Mahkamah Agung yang bernama Louris membenarkan bahwa pihaknya telah mengirimkan salinan putusan kasasi itu pada Mei lalu. Salinan itu memang tertanggal akhir April 2004, tapi baru dikirim Mei lalu, katanya kemarin.
Ternyata pihak terpidana korupsi itu pun mengaku belum menerima salinan itu dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hingga hari ini kami belum menerimanya, kata Samosir selaku kuasa hukum Hendrawan kepada Koran Tempo kemarin.
Meski begitu, Samosir memastikan kliennya siap menjalani hukuman. Hendrawan, menurut dia, masih berada di Jakarta. Dia yakin kliennya tidak akan kabur dari Indonesia. Tidak akan kabur. Kalau ada rencana itu, sudah dari dulu saja, katanya.
Kepastian Hendrawan tidak kabur juga disampaikan Kepala Badan Humas Imigrasi Ade E. Dahlan. Alasannya, Hendrawan sampai saat ini memang masih berstatus dicegah ke luar negeri. Kejaksaan, menurut dia, mengajukan perpanjangan pencegahan untuk satu tahun lamanya. Namun, batas waktu pencegahan itu tinggal seminggu lagi, yakni 31 Juli 2004. Jika tidak diperpanjang, otomatis Hendrawan bebas ke luar negeri. Sampai hari ini kami belum menerima permintaan perpanjangan pencegahan, kata Ade yang ditemui di kantornya kemarin. maria rita/setri yarsa
Sumber: Koran Tempo, 23 Juli 2004