Perlu Ada Perda Partisipasi; Berbagai Kalangan Harus Dorong Pemerintahan yang Baik
Untuk mempertajam keterlibatan masyarakat dalam penyusunan program pembangunan, pemerintah daerah perlu membentuk peraturan daerah atau perda tentang partisipasi masyarakat dan perda tentang pelayanan publik. Kedua perda yang mengacu pada transparansi itu diharapkan memicu adanya pemerintahan yang bersih.
Namun, untuk mewujudkan kedua perda itu diperlukan keberanian kepala daerah, terutama bupati atau wali kota. Jika tidak, pemerintahan yang bersih sulit terwujud.
Pentingnya perda tentang partisipasi masyarakat dan tentang pelayanan publik itu terungkap pada dialog media dan stakeholders daerah dalam perspektif pemerintahan yang baik, Kamis (14/9) malam di Ungaran, Kabupaten Semarang. Kegiatan ini diadakan Local Governance Support Program (LGSP) dan USAID, serta diikuti wartawan, anggota legislatif, pejabat Pemerintah Semarang, dosen Universitas Diponegoro Dyah Pitaloka, dan Wakil Bupati Semarang, Siti Ambar Fathonah.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Semarang M Basari mengemukakan, pemerintah bisa menjalankan pemerintahan yang baik bila diawasi masyarakat, baik dari legislatif, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun pers. Namun, pers seringkali juga ragu dan tidak jarang memilih diam saat terjadi penyimpangan di pemerintah daerah. Di Kabupaten Semarang ini pers kurang mendorong agar pemerintah bisa bekerja lebih baik serta lebih bersih, kata Basari.
Menurut Basari, agar pengawasan bisa lebih efektif, DPRD mendukung dimunculkan perda pelayanan publik dan perda partisipasi masyarakat. Perda itu akan mengawal sejauh mana hal yang perlu dijalankan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, termasuk penyusunan program dengan orientasi kesejahteraan rakyat.
Bambang, pegawai Pemkab Semarang, menyatakan, kedua perda itu dapat mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam proses pembangunan. Seringkali proses pembangunan dikritisi sebab penyusunan hingga pelaksanaan mengabaikan kepentingan rakyat.
Aktivis LSM, Asrofi, mengatakan, program pembangunan yang disusun pemkab, misalkan melalui musyawarah rencana pembangunan desa dan penyusunan APBD, sering belum mengacu aspirasi rakyat. Hasil penelitian mengenai keterlibatan masyarakat dalam musyawarah di pedesaan justru menunjukkan hasil memprihatinkan.
Sekitar 70 persen warga pedesaan di Kabupaten Semarang tak memahami dan belum dilibatkan dalam musyawarah itu, dan 50 persen warga merasa tak mengetahui rencana pembangunan daerah.
Siti Ambar Fathonah menegaskan, pemkab akan mendorong setiap kepala desa dan aparat di pedesaan semakin aktif mengajak warganya terlibat dalam musyawarah. Kepala daerah terbatas menjangkau seluruh desa. (who)
Sumber: Kompas, 16 September 2006