Perluas Penggunaan Sistem e-Procurement dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Masih dibutuhkan upaya keras untuk memperkenalkan penggunaan sistem e-procurement dan e-budgeting dalam pengadaan barang dan jasa. Sebab, sistem tersebut dapat meminimalisir kebocoran yang terjadi dan meningkatkan efektifitas serta transparasi pada proses pengadaan barang dan jasa.
Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, bahwa 70% kasus korupsi yang ditangani berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa. Kemudian dalam temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tren korupsi 2014, 60% kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hokum berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
Terkait dengan aplikasi opentender, Ketua Umum Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) Ikak Gayuh Patriastomo mengatakan aplikasi opentender.net yang dibuat ICW merupakan terobosan dan inovasi untuk meningkatkan pengawasan dan pengadaan barang/jasa oleh publik. Kedepan, menjadi ‘pekerjaan rumah’ bersama pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan sistem e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa publik.
"Semakin banyak masyarakat yang menggunakan aplikasi ini, maka akan memperkecil tingkat resiko korupsi dalam pengadaan barang dan jasa," tandas Ikak di tengah diskusi penandatanganan nota kesepahaman antara ICW, LKPP dan IAPI, Senin (13/4/2015).
Di sisi lain, dia pun menegaskan, IAPI selalu mendorong pemerintah daerah (pemda) dan pemerintah pusat untuk selalu menggunakan e-procurement dalam pengadaan barang/jasa. "Dorongan penggunaan sistem e-procurement sudah didukung oleh Instruksi Presiden (Inpers) dan Peraturan Presiden (Perpres). Jika sistem ini tidak dipergunakan, sama saja tidak transparan dan tidak memiliki akuntabilitas,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo mengatakan pada peta anggaran negara ataupun daerah, pengadaan barang dan jasa hanya sebesar Rp 30 persen. Maka masih ada 70 persen dari komponen pembiayaan lainya seperti dana belanja pegawai juga harus diawasi agar lebih tepat penggunaan.
Menurut dia, penggunaan e-procurement harus dapat berkembang cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan membagikan aplikasi tersebut secara gratis serta diberikan pendampingan agar penggunaanya tepat dan efektif.
"Aplikasi-aplikasi baru pendamping e-procurement, seperti e-budgeting dan e-purchasing masih banyak yang belum mengetahui dan memang sedang dibangun. Oleh karena itu dengan memaksimalkan pembuatan dan penggunaan aplikasi elektronik seperti ini, maka harapannya negara kita bisa cepat terbebas dari korupsi," pinta dia.
Diapun menegaskan, untuk meningkatkan penggunaan e-procurement di lingkungan instansi pemerintah, harus dibarengi dengan pemberian punishment and reward. Agus mencontohkan, pemberian penghargaan wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagi setiap kementerian dapat menjadi pilihan tepat. Selain itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dapat memberlakukan pemotongan gaji kepala daerah dan legislatif bagi daerah yang tidak segera menerapkan e-procurement, e-budgeting dan e-purchasing.
Sementara itu Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan, saat ini data-data yang ditampilkan dalam opentender.net masih bersifat umum. Sebab untuk mendapatkan dan menampilkan dokumen seperti kontrak pengadaan dan tender masih sangat sulit. "Ini tantangan ke depan agar selanjutnya dokumen terkait pengadaan barang dan jasa mudah di dapat. Karena keterbukaan dokumen akan menjadi jembatan sistem pengawasan yang transparan," ujarnya.
Agus menegaskan, keberhasilan penggunaan sistem e-procurement berada di tangan kepala negara untuk bersikap tegas dalam mendorong penerapan system e-procurement tersebut. Dalam hal ini presiden bisa meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar menginstruksikan setiap daerah agar menggunakan sistem e-procurement.
"Kalau memang Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertanggung jawab atas peningkatan kualitas pelayanan publik, tinggal diinstruksikan saja, khan sudah ada instrumennya," tegas Agus pada akhir diskusi tersebut.