Pertamina Akan Undang BPK dan KPK Usut Dugaan Korups[16/08/2004]
PT Pertamina akan mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Kepolisian Republik Indonesia untuk membuktikan kemungkinan korupsi dalam sejumlah proyek yang telah dilakukan perusahaan minyak pelat merah itu.
Direktur Utama Pertamina Widya Purnama mengatakan, tidak akan menutup mata atas kemungkinan korupsi di tubuh Pertamina. Dia mengaku telah mendapatkan informasi bahwa banyak kontrak-kontrak proyek di Pertamina yang digelembungkan (mark up).
Dulu tuh Pertamina jadi jarahan. Karena memang begitu budayanya, kata Widya dalam wawancaranya dengan Koran Tempo dan Majalah Tempo di Jakarta pekan lalu.
Widya mengatakan, direksi baru memang tidak akan serta merta membatalkan proyek-proyek yang telah dilakukan manajemen lama Pertamina. Alasannya, kontrak-kontrak proyek yang telah dilakukan perseroan dengan pihak lain harus dihormati.
Namun demikian, dia menegaskan, dirinya akan mempelajari kembali kontrak-kontrak proyek di Pertamina yang mungkin digelembungkan dan bahkan terindikasi korupsi. Untuk itu, dirinya akan mengundang KPK, BPK dan Kepolisian untuk menyelidiki ada atau tidaknya uang milik Pertamina yang hilang secara ilegal di dalam proyek-proyek tadi. Silakan saja kalau mau obrak-abrik. Asal jelas saja batas waktu proyeknya. Nanti kalau ada indikasi ke situ (mark up atau korupsi), akan kami umumkan, ujarnya.
Rabu (11/5), Widya ditunjuk pemerintah menjadi Direktur Utama Pertamina mengganti Ariffi Nawawi. Bersamaan dengan penunjukkannya, Pemerintah juga menunjuk Mustiko Saleh sebagai Wakil Dirut, Ari Sumarno sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga dan Suroso Atmo Martoyo sebagai Direktur Pengolahan. Sedangkan Direktur Keuangan Alfred Rohimone masih dipertahankan posisinya, sedangkan Direktur Umum dan Sumberdaya Manusia, diduduki oleh Supriyanto.
Sejauh ini, Pimpinan KPK belum bisa dimintai tanggapannya atas undangan Pertamina itu. Anggota KPK Erry Riyana Hardjapamengkas belum bisa dihubungi karena telepon genggamnya tidak aktif.
Namun, anggota BPK Bambang Wahyudi mengatakan, BPK rutin dan lazim mengaudit terhadap lembaga-lembaga milik negara setiap tahun. Di luar audit rutin, BPK bisa melaksanakan pemeriksaan atas permintaan. Artinya, BPK juga siap untuk melakukan audit terhadap Pertamina. BPK kemudian akan mengkaji urgensi-nya apa, kata dia kemarin.
Raksasa minyak nasional ini memang sudah sejak lama menjadi sorotan publik. Bukan karena prestasinya, namun karena kasus-kasus kontroversialnya yang dilakukan di masa lalu. Belum lama ini, Masyarakat Profesional Madani, misalnya, melaporkan dugaan korupsi dalam proyek Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur. Proyek ini, diduga berpotensi menimbulkan kerugian hingga US$ 505 juta.
Di luar itu, KPK telah mengambil inisiatif sendiri untuk memeriksa dugaan korupsi di dalam penjualan kapal tanker raksasa yang dianggap merugikan negara US$ 294 juta. Saat ini komisi sedang melakukan audit investigasi penjualan kapal tanker raksasa itu.
Selain KPK, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga sedang melakukan pemeriksaan tender penjualan kapal tanker milik Pertamina. Pemerikaan dilakukan karena Pertamina diduga melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5/1995 tentang larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Beban direksi baru Pertamina tampaknya cukup berat. Informasi yang beredar menyebutkan jajaran direksi yang baru pun tak luput dari masalah di masa lalu. Data yang diperoleh Koran Tempo menyebutkan, Mustiko Saleh dituding terkait dengan pembatalan penunjukkan PT Elnusa Petro Tehnik (EPT) untuk mengelola Kilang LPG di wilayah Tambun-Bekasi.
Sedangkan Arie Soemarno sempat dikaitkan dengan pelangaran tender yang merugikan Pertamina ketika menjabat sebagai Ketua Tim tender PGP Bontang pada 1995. Sementara itu, Suroso Atmomartoyo sempat dituduh merugikan Pertamina dalam pembangunan boiler WTP-SPK.
Mustiko membantahnya. Menurut dia, pembatalan itu terjadi karena kinerja Elnusa sedang menurun. Sedangkan Maruta--peserta tender lain-- jauh lebih maju, bahkan memiliki dua mini LNG Plant di Pangkalan Brandan. Anda pikir Elnusa juga punya LNG Plant? ujarnya.
Arie menegaskan, Nama saya sudah direhabilitasi. Saya dinyatakan tidak bersalah, ujarnya. Sedangkan, Suroso menjelaskan, ketika itu terjadi sengketa mengenai keputusan selesai atau tidak selesainya proyek. Sebagai penanggung jawab, dia mengaku mengambil alih dan memutuskan sendiri proyek itu dinyatakan selesai. Tujuannya agar tidak merugikan Pertamina. Namun, pihak yang tidak puas lalu menudingnya membantu kontraktor. Kejadiannya sekitar 1995-1996. Saya yang mau mereformasi, eh, malah saya yang direformasi, kata dia. dara meutia uning/padjar iswara
Sumber; Koran Tempo, 16 Agustus 2004