Pertamina Dinilai tidak Etis; Lanjutkan Penjualan Tanker [16/06/04]
PT Pertamina dinilai tidak etis jika tetap memproses penjualan dua tanker very large crude carrier (VLCC). Padahal, Komisi VIII DPR telah meminta agar penjualan tersebut dibatalkan untuk menjamin pasokan suplai minyak nasional dan belum tuntasnya proses restrukturisasi arus kas perusahaan.
Ketua DPR Akbar Tandjung dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR Zainal Arifin mengatakan hal tersebut secara terpisah kepada wartawan di Jakarta, kemarin, sebagai sikap resmi Dewan.
Penolakan tersebut dikeluarkan setelah menerima laporan dari Tim Panja Komisi VIII yang berkunjung ke Hong Kong dan Korea Selatan (Korsel) untuk melihat perkembangan pembangunan kedua VLCC tersebut.
''Kami menolak penjualan tersebut karena memang Pertamina membutuhkan tanker itu saat ini. Kami akan menyampaikan rekomendasi DPR kepada Presiden untuk diputuskan,'' kata Akbar.
Mengenai alasan penjualan tanker karena Pertamina kesulitan keuangan, selama ini DPR sedang membahasnya dengan pemerintah untuk mencarikan jalan keluarnya. Lebih lanjut Zainal mengatakan DPR memiliki berbagai pertimbangan yang menjadi dasar penolakan tersebut. Sesuai amanat UU No 22/2001 tentang Migas bahwa pemerintah harus menjamin ketersediaan pasokan BBM dan menjaga keamanan suplai BBM nasional. Sedangkan, pada tahun-tahun mendatang diperkirakan konsumsi BBM terus meningkat. Sehingga masalah keamanan pasokan minyak harus tetap dijaga.
''Penjualan tanker Pertamina dikhawatirkan akan mengganggu keseimbangan pasokan dan permintaan minyak,'' ungkap Zainal.
Pasalnya, kata anggota Fraksi PDIP ini, ketersediaan armada tanker saat ini tidak seimbang dengan permintaan pasokan minyak dunia. Hal ini disebabkan peraturan pelayaran internasional sejak Juli 2004 yang harus digunakan adalah tanker jenis lambung ganda (double hull).
''Keterangan yang kami peroleh dari Hyundai baru pada 2007 kita bisa memesan kapal lagi,'' katanya.
Menurut Zainal, penolakan Dewan tersebut memang tidak bersifat mengikat. DPR tidak memiliki wewenang untuk mengintervensi Pertamina, sehingga keputusan ini sekadar bersifat rekomendasi. Ia menegaskan, tidak ada sanksi maupun konsekuensi hukum bila Pertamina tidak menjalankan rekomendasi DPR tersebut.
Namun, ia menilai Pertamina tidak etis jika tetap menjual tanker tersebut. Karena pada saat bersamaan, BUMN ini sedang meminta dukungan DPR untuk memperbaiki arus keuangan perusahaan. Ada kesan Pertamina sengaja mempercepat proses tender.
Menyusul gangguan arus kas karena harus menalangi subsidi BBM, Pertamina meminta bantuan DPR mendesak pemerintah agar mencairkan subsidi BBM sekaligus menaikkan biaya distribusi dan pengolahan BBM minyak, serta biaya pemasaran LNG dua kali lipat dari biasanya.
Meski perusahaan pelayaran Inggris Frontline Ltd sudah menyatakan siap membeli dua tanker VLCC Pertamina seharga US$184 juta, namun menurut Kepala Divisi Hupmas Pertamina Hanung Budya, penjualan itu belum final. Alasannya, pembayaran belum dilakukan Pertamina.
Lebih jauh Hanung enggan berkomentar jauh tentang tender penjualan tanker tersebut yang ternyata mendapat penolakan dari DPR.
Hanung juga menegaskan bahwa sampai kini proses penjualan dua tanker belum mencapai kata akhir.
''Proses penjualan masih berjalan. Saya sendiri tidak tahu kapan waktu selesainya dengan tepat,'' jelasnya.
Di sisi lain, Senin (14/6) Frontline Ltd dalam rilisnya mengakui bahwa pihaknya memenangkan tender penjualan dua tanker VLCC pesanan Pertamina seharga US$184 juta. (Wis/E-2)
Sumber: Media Indonesia, 16 Juni 2004