Pertamina Harus Kompetitif; Presiden Berharap Tak Ada Lagi Korupsi, Kolusi, dan Penyimpangan
PT Pertamina diberi waktu dua tahun untuk melakukan perubahan nyata dalam kinerjanya, terutama dalam pengembangan bisnis di hulu dan hilir migas, baik di dalam maupun di luar negeri. Di sisi hilir migas, Pertamina dituntut mampu berkompetisi dengan perusahaan multinasional.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan hal tersebut kepada wartawan setelah berkunjung ke Kantor Pusat Pertamina di Jakarta, Rabu (14/6). Presiden mengadakan pertemuan tertutup dengan jajaran direksi Pertamina sekitar 1,5 jam.
Yudhoyono didampingi Menteri Negara BUMN Sugiharto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Ini pertama kalinya seorang Presiden berkunjung ke sini sebab ada hal-hal yang perlu dikoordinasikan, ujar Yudhoyono.
Menurut Presiden, setelah mendengarkan laporan pihak Pertamina, ada dua hal yang ia minta untuk dilakukan direksi.
Pertamina diminta melanjutkan restrukturisasi dan reformasi. Ada hal-hal yang sudah diperbaiki. Pertamina harus efisien, bisnis migas makin kompetitif, kita akan ketinggalan kalau tidak mampu bersaing. Saya harap tidak ada lagi praktik-praktik penyimpangan, korupsi, dan kolusi dalam perusahaan ini, ujarnya.
Selain melanjutkan reformasi, Presiden berharap Pertamina bisa mengembangkan bisnisnya, baik di dalam maupun luar negeri, di sisi hulu maupun hilir.
Kompetisi bisnis hilir migas semakin kuat, baik oleh Pertamina maupun Shell dan Petronas. Bagi saya, yang terpenting rakyat kita dilayani sebaik-baiknya. Pelayanan yang murah, cepat, dan baik, di situlah kompetisi dilakukan, kata Yudhoyono.
Di sisi hulu migas, Presiden mengatakan, Indonesia harus segera kembali menjadi net oil exporter. Pertamina diminta mengoptimalkan sumur-sumur yang sudah berproduksi maupun yang masih berstatus eksplorasi.
Pertamina diberi waktu selama dua tahun untuk memenuhi semua target yang diberikan Presiden. Dalam kaitan itu, Yudhoyono mengatakan, aset Pertamina sedang diaudit secara cermat untuk mengetahui apakah perusahaan berkembang secara sehat atau tidak.
Presiden mengatakan, dengan kejelasan neraca dan aset yang dimiliki, dapat dinilai apakah target dan dividen yang disumbangkan Pertamina kepada negara cukup pantas atau tidak.
Pada tahun 2005, Pertamina menjadi penyumbang laba tertinggi dengan angka prognosa Rp 15,443 triliun.
Program konversi
Dalam kaitan dengan bisnis hilir migas, Pertamina segera memasarkan gas elpiji dalam tabung ukuran tiga kilogram mulai bulan Agustus 2006. Langkah itu sesuai dengan upaya pemerintah untuk mengurangi jumlah subsidi dengan program konversi energi dari minyak tanah ke gas elpiji.
Sampai bentuk subsidinya jelas, gas elpiji tetap dijual seharga Rp 4.250 per kilogram, sedangkan harga tabung Rp 130.000 per buah.
Ada tiga skenario konversi minyak tanah yang sedang disiapkan pemerintah melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Skenario pertama, harga elpiji sama dengan minyak tanah, yakni Rp 2.000 per kg. Skenario kedua, harga gas dipatok Rp 3.500 per kg. Skenario ketiga, harga gas dipatok dengan harga Rp 4.250.
Untuk mendorong pemakaian energi alternatif, pemerintah akan menyiapkan 600.000 hektar lahan untuk ditanami ubi kayu (singkong) atau tebu untuk diambil bioetanolnya (C2H5OH), yang akan digunakan sebagai campuran untuk memproduksi biopremium E-10.
Sebagai bahan bakar, kualitas biopremium setara dengan premium. (DOT/INU/OSA)
Sumber: Kompas, 15 Juni 2006