Petugas Berseragam pun jadi Calo di BPN Jakut
Pungutan liar (pungli) dan praktik percaloan semakin transparan terjadi di Kantor Pelayanan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara. Para petugas tidak malu-malu lagi meminta uang lelah atau uang rokok kepada warga yang mengurus surat-surat tanah. Bahkan, petugas BPN yang berseragam malah menawarkan jasa kepada warga.
Menurut Gunadi, 30, warga Bogor, uang jasa yang diminta petugas berseragam itu sebesar Rp5 juta untuk pengurusan sertifikat hak milik.
''Pegawai itu bilang, kalau mau urusan saya cepat selesai, gampang saja. Asalkan, sediakan uang Rp5 juta untuk mengurus dokumen di sini. Uang itu di luar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang besarnya lima persen dari harga jual tanah,'' kata Gunadi kepada Media, pekan lalu.
Gunadi yang baru pertama kali mengurus sertifikat tanah mengaku bingung dengan tawaran petugas BPN ini. Ia mengaku buta sama sekali dengan tata cara pengurusan surat tanah. Akhirnya, ia hanya meminta nomor telepon sang petugas dan bergegas pergi keluar kantor pelayanan terpadu itu.
''Setelah mengambil formulir, rencananya saya mau tanya-tanya dulu berapa biaya dan apa saja dokumen yang diperlukan. Tetapi, bukannya mendapatkan penjelasan tentang prosedur pembuatan sertifikat tanah, saya malah ditawari calo. Pake seragam lagi orangnya,'' ujar Gunadi, yang saat itu berniat mengurus sertifikat hak milik tanahnya seluas 500 meter persegi di Kelurahan Marunda, Jakarta Utara.
Lain lagi pengalaman Mona, 35, warga Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. Menurut dia pelayanan petugas BPN Jakarta Utara sangat buruk. Hanya untuk mengurus surat keabsahan tanah, ia terpaksa turun naik tangga dari lantai satu ke lantai empat untuk mencari dokumen surat keabsahan tanah miliknya yang ternyata terselip di ruang arsip.
''Kita memang harus aktif. Kalau enggak begitu, dokumen yang kita buat enggak akan jadi-jadi. Padahal, normalnya untuk membuat surat keabsahan tanah hanya satu minggu, tetapi ini molor jadi dua minggu,'' kata Mona yang membutuhkan surat keabsahan tanah untuk menjual tanah miliknya.
Selain lamanya waktu pengurusan surat tanah, Mona terpaksa harus mengeluarkan uang tip untuk pegawai BPN yang membantu pencarian dokumen miliknya di lantai empat kantor itu. ''Saya memberi uang rokok Rp20.000 kepada petugas yang telah membantu saya. Soalnya, kalau gak dikasih, mereka tidak akan mau membantu kita,'' ujar perempuan berkulit putih ini.
Pemberian uang tip, kata Mona, sudah merupakan hal yang lumrah. Ia merasa tidak ada masalah dengan pemberian uang tip itu. Namun, yang membuat Mona bertanya-tanya adalah uang Rp100.000 yang ia berikan kepada petugas BPN di loket pertanahan, saat pertama kali memasukkan formulir dan dokumen tanah yang ia miliki.
''Awalnya, saya dikenai biaya untuk pembuatan surat keabsahan tanah sebesar Rp50.000 dan saya punyai kuitansinya yang diberikan petugas kasir. Kemudian, saya ke loket penyerahan formulir dan dokumen. Dan di loket ini saya dimintai uang Rp100.000. Saya enggak tahu uangnya untuk bayar apa, tetapi ya tetap saya bayar,'' kata Mona.
Rina, 30, warga Tebet, juga terpaksa membayar uang lelah sebesar Rp150.000 saat pertama kali pengurusan surat tanah seluas 1.500 meter persegi di wilayah Kebon Baru, Jakarta Utara. ''Yang pakai kuitansi Rp100.000. Saya pikir cuma bayar itu aja, tetapi enggak tahunya, pegawai BPN tanpa malu-malu minta kepada saya uang lelah menulis sebesar Rp150.000,'' ujar Rina.
Ketika praktik percaloan dan pungli ini dilaporkan kepada Kepala BPN Jakut Isdi Priyono, dia membantah hal itu dilakukan anak buahnya. ''Kalau ada, kasih tahu ke saya. Saya akan melakukan tindakan terhadap mereka,'' kata Isdi.
Namun, dia mengakui adanya keterlambatan dalam pengurusan surat-surat tanah. ''Pelayanan kami ini masih manual, belum komputerisasi. Karena itu, agak lama karena kami kesulitan mencari buku tanah yang kadang sering terselip,'' katanya. (Heni Rahayu/J-2).
Sumber: Media Indonesia, 28 Maret 2005