PN Jakarta Pusat Tolak Gugatan Praperadilan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan praperadilan yang diajukan enam politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang terjerat kasus dugaan penerimaan cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom, Senin (15/11). Hakim tunggal Dehel K Sahdan menilai permohonan keenam tersangka itu tidak beralasan.
Dalam pertimbangannya, Dehel K Sandan tidak sependapat dengan eksepsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan PN Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Hakim menyatakan, PN Jakarta Pusat bisa memeriksa perkara itu meskipun kedudukan KPK termasuk dalam wilayah administratif Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Demikian pula dengan penanggalan dalam surat kuasa pemohon yang dipersoalkan KPK. KPK keberatan dengan tanggal permohonan yang tertulis 17 Oktober 2010, tetapi permohonan diajukan pada 1 November. Namun, hakim memandang hal itu tidak perlu dipersoalkan.
Permohonan praperadilan diajukan Max Moein, Poltak Sitorus, Jeffrey Tongas Lumban Batu, Soetanto Pranoto, Muhammad Iqbal, dan Ni Luh Mariani Tirtasari. Mereka didampingi kuasa hukum Petrus Selestinus.
Berkenaan dengan substansi perkara, Dehel K Sandan tidak sependapat dengan alasan penggugat. Hakim mengacu pada ketentuan Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan pengadilan berwenang memeriksa dan memutus sah-tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penuntutan. Praperadilan merupakan salah satu cara untuk mengontrol penegak hukum. Namun, obyek gugatan praperadilan bersifat limitatif dan terbatas.
Dalam gugatannya, hakim menjelaskan, pemohon justru meminta PN Jakarta Pusat untuk memerintahkan kepada KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan. Namun, dalil dan tuntutan tersebut tidak didukung bukti yang sah. Permohonan tidak sesuai batasan-batasan dalam KUHAP. ”Maka, permohonan tidak beralasan dan ditolak seluruhnya,” kata hakim.
Atas putusan itu, Petrus Selestinus menyatakan banding. Ia sebenarnya berharap pengadilan melakukan terobosan baru dan tak membatasi diri pada hukum acara. Dikatakan, KPK tidak bisa menghentikan penyidikan dan penuntutan. Seharusnya, pengadilan menjadi filter bagi sah-tidaknya penyidikan dan penuntutan yang dilakukan KPK.
Kuasa hukum KPK, Faisal Malari Tonang, menilai, seharusnya mereka tidak mengajukan permohonan itu melalui praperadilan. KPK menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Menanggapi penolakan praperadilan tersebut, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa sejak awal KPK yakin apa yang dilakukan sudah sesuai hukum dan undang-undang.
Kemarin KPK batal memeriksa dua tersangka kasus sama yang juga politisi PDI-P, yaitu Panda Nababan dan Engelina Pattiasina. ”Dua-duanya, baik Panda Nababan maupun Engelina Pattiasina, tidak bisa hadir,” kata Johan, Senin, seperti dikutip Antara.
Menurut Johan, ada surat pemberitahuan bahwa Panda Nababan berhalangan hadir karena ada keluarga yang meninggal. Sementara Engelina tidak hadir karena tugas ke luar kota. ”Kami akan jadwal ulang pemeriksaannya,” kata Johan.
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan pegawai Bank Artha Graha, Tutur, dan pegawai Sekretariat Jenderal DPR, Fadillah, sebagai saksi, juga dalam kasus sama. (ANA)
Sumber: Kompas, 16 November 2010