Polisi Dianggap Gagal, Andalkan KPK Usut Kasus Bailout Bank Century
Pengakuan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji yang menyebut Bareskrim batal menyidik dugaan pidana dalam kasus bailout Bank Century karena faktor Boediono membuat prihatin kalangan aktivis antikorupsi. Jika polisi tak berani, harapan tinggal pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
''Pengakuan itu membuka mata kita bahwa polisi tidak punya iktikad baik untuk menyukseskan program antikorupsi,'' ujar Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi (Kompak) Fadjroel Rachman kemarin. Berdasar track record selama ini, polisi dinilai gagal membuktikan pengusutan kasus pidana korupsi secara tuntas. ''Coba sebutkan, apa kasus korupsi besar yang berhasil disidik polisi,'' tanyanya.
Pengakuan Susno sebagai mantan orang nomor satu di Bareskrim juga jelas-jelas menyebutkan alasan kehebohan jika kasus bailout itu disidik. Sebab, menurut Susno, Boediono yang anggota KSSK terpilih sebagai wakil presiden. Itu berarti ada dugaan intervensi pada jajaran kepolisian. ''Pertanyaan pentingnya adalah siapa yang mengintervensi? Untuk kepentingan apa, itu tugas berat KPK,'' katanya.
Fadjroel mendesak KPK untuk bekerja beriringan dengan pansus agar nanti terdapat sinergi di antara dua pokok masalah dalam skandal Bank Century. Selain itu, kerja pansus akan sia-sia jika ternyata KPK tidak bisa mengendus ada atau tidaknya tindak pidana korupsi pada skandal Bank Century.
''KPK melakukan penyelidikan tentang tindak pidana korupsi, sedangkan pansus bekerja soal kebijakan pengucuran bailout. Jika KPK lambat dan tidak dapat membuktikan adanya kerugian negara, kerja pansus akan sia-sia, biarpun pada kesimpulannya ada pelanggaran UU dalam pengucuran dana talangan,'' katanya.
Secara terpisah Direktur Indonesia Budgeting Centre Arif Nur Alam mengingatkan maraknya kelompok-kelompok yang ingin membelokkan skandal Bank Century. ''Kelompok-kelompok ini terdiri atas ahli politik dan ekonomi yang berusaha mendorong kasus Bank Century dihentikan dengan memberikan opini ke publik bahwa pemberian bailout Rp 6,7 triliun itu sah-sah saja,'' katanya.
Pengarahan opini publik yang dilakukan kelompok tersebut, tambah Arif, dikhawatirkan dapat mengganggu kinerja KPK dan akhirnya menghentikan kasus tersebut. Arif menambahkan, ketertutupan KPK mengenai kemajuan pemeriksaan kasus Bank Century juga bisa menjadi penghambat. Publik akan ragu dan tidak percaya lagi kepada KPK untuk menangani skandal Bank Century.
''Setidaknya, KPK perlu mengekspos langkah-langkah dan strategi yang telah dan akan dilaksanakan biarpun pemeriksaan dilakukan tertutup, tidak terbuka seperti yang dilakukan pansus. Ini dilakukan agar publik diyakinkan dan bisa turut mengawasi,"katanya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua KPK Haryono Umar menegaskan bahwa KPK masih bekerja. Dia mengungkapkan, pihaknya telah memeriksa sejumlah pejabat Bank Indonesia yang terkait pengawasan bank. Beberapa pejabat BI yang telah diperiksa, antara lain, Direktur Pengawasan Bank I Budi Armanto, Deputi Direktur Direktorat Pengawasan Bank I Heru Kristiana, serta staf pada Direktorat Pengawasan Bank I Pahla Santosa.
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Ahmad Fuad Rahmany serta Direktur Klaim dan Resolusi Lembaga Penjamin Simpanan Nur Cahyo juga telah diperiksa. "Data hasil audit BPK baru kami terima pada awal Desember lalu. Pemeriksaan secara intensif baru kami lakukan sekitar satu bulan," katanya.
Tim penyidik KPK juga tengah mendalami skema pelanggaran perbankan, termasuk memeriksa beberapa dokumen Departemen Keuangan terkait skandal tersebut. Ini dilakukan untuk melengkapi dua alat bukti yang dibutuhkan dalam meningkatkan status ke tahap penyidikan.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang membantah anggapan bahwa Polri tidak serius menangani kasus-kasus korupsi. "Jangan digeneralisasi begitu. Kita semua kan penegak hukum, bekerja bersama-sama," katanya. Soal dugaan pidana korupsi bailout Century, Edward menolak berkomentar. "Itu ada di ranah Bareskrim. Silakan tanya ke sana," katanya.
Saat dihubungi melalui ponselnya, Kabareskrim Komjen Ito Sumardi tak mengangkatnya. Nada dering lagu Opick Bila Waktu Telah Berakhir melantun, tapi tidak direspons. Anggota Pansus Angket Century dari PKS Mukhamad Misbakhun mengatakan, hari ini pemeriksaan pansus kembali menghadirkan sejumlah pakar. Mereka adalah Guru Besar Hukum Ekonomi UI Erman Rajagukguk dan pakar hukum pidana yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) HAS Natabaya.
''Mereka akan menjelaskan kriteria Perppu JPSK ditolak atau dikembalikan. Begitu juga pengertian keuangan negara dan bagian keuangan negara yang terpisah,'' kata Misbakhun.
Perppu JPSK menjadi salah satu kunci penyelidikan kasus bailout Bank century. Sebab, rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 21 November 2008 yang mengambil keputusan bailout menjadikan Perppu No 4 Tahun 2008 tersebut sebagai payung hukum. Padahal, pada 18 Desember 2008, DPR menolaknya. Karena itu, sebagian besar anggota pansus beranggapan pengucuran dana bailout sejak 18 Desember 2008 tidak sah.
Menurut Misbakhun, setelah pemanggilan kedua pakar tersebut, pansus langsung melakukan rapat internal. ''Rapat internal ini merupakan bagian dari proses penyusunan laporan sementara dari temuan-temuan pansus,'' jelasnya.
Demo Besar
Lambannya pengusutan dugaan pidana kasus Bank Century oleh penegak hukum membuat sejumlah elemen mahasiswa marah. Mereka akan mengepung Istana pada 28 Januari, bertepatan dengan program 100 hari pemerintahan SBY. Upaya itu dilakukan agar SBY tidak tinggal diam menyikapi berbagai temuan pansus maupun temuan KPK.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, Presiden SBY tidak membuat persiapan khusus untuk menghadapi demonstrasi pada 28 Januari itu. Kata Julian, SBY juga tidak menggelar rapat yang khusus mengagendakan upaya menghadapi protes massa tersebut. "Tidak. Tidak ada persiapan khusus," katanya kemarin.
Julian mengatakan, presiden sudah mendapat laporan dari Menko Polhukam mengenai situasi sosial politik terakhir. "Saat ini situasinya masih kondusif, dalam arti, masih bisa menjalankan program-program pemerintahan. Bukan berarti itu tidak akan ditanggapi secara serius, tapi tidak kemudian menyita waktu dan tugas-tugas pemerintahan yang lain," ujarnya.
Doktor ilmu politik jebolan Hosei University, Tokyo, Jepang itu yakin aksi protes dari sekelompok massa tidak akan mengarah ke anarkisme. Julian mengatakan, presiden juga tidak memberikan instruksi khusus kepada aparat keamanan dalam menghadapi aksi-aksi demonstrasi. "Tentu saja tetap berdasarkan SOP (standard operating procedure). Tidak ada instruksi khusus dari presiden," jelasnya.
Julian mengatakan, sejauh ini aksi-aksi protes di masyarakat masih dalam batas wajar. Namun, pemerintah tetap mewaspadai adanya komponen-komponen yang memiliki agenda terselubung untuk menjatuhkan pemerintahan. "Tentu terhadap komponen yang cenderung mendiskreditkan pemerintah dengan memiliki agenda terselubung, kita tetap waspada. Kalau tidak waspada, itu akan disusupi kelompok-kelompok tertentu. (sof/rdl/pri/fal/iro)
Sumber: Jawa Pos, 25 januari 2010