Polisi Militer Setuju Buka Kasus Ginandjar
Ginandjar membantah merugikan negara Rp 1,5 miliar.
Wakil Komandan Pusat Polisi Militer Brigjen TNI Hendarji setuju kasus korupsi kontrak kerja sama Pertamina dengan PT Ustraindo Petrogas yang telah dihentikan penyidikannya oleh Kejaksaan Agung dibuka kembali. Alasannya, penyidikan belum maksimal.
Ada sisi lain yang belum konkret (digarap) penyidik waktu itu, katanya kepada Tempo di Jakarta kemarin. Menurut Hendarji, Kejaksaan Agung terburu-buru mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan perkara (SP3).
Kasus yang dikenal dengan sebutan kasus technical assistance contract (TAC) ini terjadi ketika Ginandjar Kartasasmita menjadi Menteri Pertambangan dan Energi dan Ketua Dewan Komisaris Pertamina pada 1992-1993. Penyidikan dilakukan secara koneksitas, melibatkan penyidik dari militer, karena Ginandjar purnawirawan TNI Angkatan Udara dengan pangkat terakhir marsekal madya.
Ginandjar dan dua tersangka lainnya--Faisal Abda'oe (Direktur Utama Pertamina) dan Praptono Honggopati Tjitro Hupojo (Direktur Utama PT Ustraindo)--diduga melakukan penyimpangan dalam pembuatan kontak kerja sama itu. Pertamina menunjuk Ustraindo sebagai kontraktor pengelola lapangan minyak di Bunyu, Pendopo, Prabumulih, dan Jatibarang, tanpa tender. Padahal lapangan minyak itu masih produktif sehingga semestinya tak boleh dibuat kontrak kerja sama.
PT Ustraindo belakangan juga tak mampu memenuhi peningkatan target produksi seperti yang tertuang dalam kontrak karena tak mempunyai kemampuan keuangan dan teknis. Negara diduga dirugikan sekitar US$ 17 juta. Pada 2004 Kejaksaan Agung mengeluarkan SP3 karena menilai perbuatan ketiga tersangka tidak memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi.
Hendarji menyebutkan bahwa salah satu yang menjadi acuan mengapa SP3 akan ditinjau lagi adalah hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan tertanggal 15 Oktober 1996.
BPKP menemukan adanya kesalahan perhitungan utang piutang antara Pertamina dan PT Ustraindo setelah kontrak diputus pada 1996. Menurut perhitungan BPKP, Pertamina mempunyai piutang Rp 1,59 miliar, sedangkan perusahaan minyak nasional itu menyatakan Rp 3,078 miliar. Selisih ini disebabkan adanya perbedaan perhitungan biaya unfunded liability.
Hendarman Supandji, Ketua Tim Pemberantasan Korupsi, menyatakan, timnya akan mengkaji kembali SP3 kasus tersebut dengan melibatkan tim ahli kejaksaan, dua jaksa baru, dan dua orang polisi militer.
Soehandoyo, juru bicara Kejaksaan Agung, kemarin mengatakan, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh telah mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan tim pembaruan hukum, sebagai pemberi pendapat bandingan kasus itu.
Harkristuti Harkrisnowo, pakar hukum pidana, ditunjuk sebagai ketua tim. Tak ada unsur militer dan jaksa ataupun mantan jaksa dalam tim ini.
Ginandjar menyangkal telah merugikan negara Rp 1,5 miliar seperti dilaporkan BPKP. Pemutusan kontrak Ustraindo dilakukan pada 1996 ketika (alm) I.B. Sujana menjadi Menteri Pertambangan. Saya tak tahu-menahu soal pemutusan itu. Saya melaksanakan kontrak saja. EDY CAN | PURWANTO | ASTRI WAHYUNI
Sumber: Koran Tempo, 7 Juli 2005