Polisi Sita Uang Tersangka Gayus Tambunan Rp 85 Miliar
Diduga Hasil Mafia Pajak
Satu per satu sindikasi rekayasa kasus mafia pajak diungkap polisi. Kali ini penyidik menemukan aliran dana yang diduga berasal dari tindak korupsi. Kemarin aparat Direktorat III/Pidana Korupsi dan White Collar Crime (Pidkor WCC) menyita uang tersangka Gayus Tambunan Rp 85 miliar lebih.
Sebagian uang itu disimpan di safety box Bank Mandiri, yakni Rp 74 miliar. Sebelumnya, polisi juga menyita uang Gayus Rp 11 miliar. ''Sudah disita pekan lalu di sebuah safety box,'' ujar Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Jakarta kemarin. Orang nomor satu di korps Bhayangkara itu memastikan bahwa pengusutan rekayasa kasus Gayus oleh tim independen hampir selesai.
''Tinggal kasus korupsi yang akan ditangani direktorat III,'' kata alumnus Akpol 1974 itu. Menurut Bambang, penyidikan yang menjaring sebelas tersangka tersebut tinggal menunggu pemeriksaan terhadap dua jaksa yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Cirus Sinaga dan Poltak Manulang.
Keduanya adalah jaksa peneliti perkara dugaan korupsi pegawai staf Rp 24 miliar di Unit Keberatan Pajak Direktorat Jenderal Pajak. ''Pemeriksaan tentu akan terus berjalan. Sudah ada izin dari jaksa agung. Tinggal teknis penyidik berkoordinasi dengan jaksa untuk menghadirkan beliau-beliau (Cirus dan Poltak),'' ujar Kapolri.
Apakah berarti tim independen yang diketuai Irjen Pol Mathius Salempang akan dibubarkan? ''Belum. Kan prosesnya belum selesai benar. Setelah ini kan ada kasus mafia pajak yang belum diproses,'' ujarnya.
Sebelas tersangka yang diproses hukum itu adalah Gayus Tambunan, Haposan Hutagalung, Andi Kosasih, Alif Kuncoro, Kompol Arafat Ananie, AKP Sri Sumartini, Syahril Djohan, Lambertus Palang Ama, Muhtadi Asnun, Cirus Sinaga, dan Poltak Manulang.
Uang yang disita penyidik tersebut lalu dijelaskan lebih rinci oleh Kadivhumas Mabes Polri Irjen Pol Edward Aritonang. Menurut Edward, uang yang disimpan Gayus di safety box itu Rp 74 miliar.''Isinya berupa uang tunai dan perhiasan yang berharga,'' ujar Edward.
Uang itu telah disita petugas. ''Kami masih menyelidiki asal usulnya. Diduga memang berasal dari tindak pidana korupsi,'' katanya.
Dalam pengakuan kepada penyidik, Gayus mengatakan ada dana dari beberapa perusahaan sebagai success fee. Polisi baru memeriksa empat perusahaan, yakni PT Surya Alam Tunggal Sidoarjo, PT Exelcomindo, PT Indocement, dan PT Dowell Anadrill Schlumberger. Mereka diperiksa sebagai saksi. ''Kami belum sepenuhnya percaya kepada Gayus. Mungkin saja dia berbohong,'' kata Edward.
Kuasa hukum Gayus Pia Nasution membenarkan adanya penyitaan itu. Namun, Pia tidak mau memberikan keterangan secara rinci. ''Memang ada dan didampingi oleh pengacara (saat disita),'' kata Pia ketika dihubungi.
Edward menjelaskan, uang dan perhiasan senilai Rp 74 miliar tersebut ditambahkan dengan uang Rp 25,6 miliar yang disidik sebelumnya. Jadi dana gelap Gayus di luar aset seperti tanah dan mobil Rp 100 miliar.
Sebelumnya, di antara harta senilai Rp 25,6 miliar, penyidik baru bisa menemukan dan menyita Rp 11 miliar. ''Bentuknya, uang dan surat berharga,'' kata mantan tenaga ahli Lemhanas itu. Jadi, jika digabungkan, uang yang diamankan aparat adalah Rp 85 miliar.
Lantas, ke mana sisa Rp 14,6 miliar? Menurut Edward, itu masih ditelusuri. ''Kami masih memeriksa apakah ada aliran dana ke sejumlah pihak,'' kata Kadispen Polda Metro Jaya 1998 itu.
Gayus memang dikenal licin menyimpan uang. Saat kasusnya kali pertama disidik, pecatan pegawai pajak itu bisa memengaruhi polisi agar membuka blokir uangnya.
Sesaat setelah surat pembukaan blokir diterima, Gayus bergerak cepat. Bahkan, istrinya, Milana Anggraeni, juga dilibatkan. Transfer ke Milana dilakukan beberapa kali. Pertama, Gayus mengirimi istrinya via rekening Bank Panin Rp 900 juta pada 9 Desember 2009.
Gayus kembali memberikan uang kepada istrinya lewat Bank Mandiri. Sebelumnya, rekening Bank Mandiri atas nama Gayus itu menerima transfer Rp 10 miliar dari rekening utamanya di Bank Panin.
Transferan Gayus kepada istrinya lewat Bank Mandiri dilakukan beberapa tahap. Di antaranya, pada 4 Desember 2009 senilai Rp 470 juta, pada 8 Desember 2009 sebesar Rp 450 juta, transfer 9 Desember 2009 senilai Rp 400 juta, pada 22 Desember 2009 sebesar Rp 1 miliar, dan transfer 11 Januari 2010 senilai Rp 450 juta. Uang yang ditransfer ke Milana Rp 3,6 miliar. Rangkaian transfer lain sebagai bagian dari Rp 14 miliar yang belum jelas peruntukannya masih ditelusuri penyidik.
Secara terpisah, seorang penyidik menjelaskan, Gayus selalu menggunakan sistem berlapis dalam menyimpan dana gelapnya. Jika menerima uang yang ''bermasalah'', Gayus tidak menggunakan sistem transfer. ''Dia pantang menerima transfer. Tahu benar kalau itu dilacak,'' kata sumber itu. Gayus adalah alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Dia bahkan pernah kursus anti pencucian uang.
Gayus kepada polisi mengatakan berhubungan dengan beberapa perusahaan tersebut pada 2008. Salah satu di antaranya adalah Bumi Resources pada Februari 2008. Uang USD 500 ribu dari perusahaan itu diantar Alif Kuncoro (sudah ditahan, tersangka) ke apartemen Gayus di Cempaka Mas, Jakarta Pusat.
Begitu juga KPC. Uang dari mereka diantar Alif. Namun, dia tidak mengantarkan ke apartemen tersebut, melainkan ke tempat parkir Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta Barat. Uang dari PT Arutmin itu juga diantarkan Alif untuk Gayus. Uang itu digunakan untuk membayar jasa Gayus setelah membantu Arutmin dalam proses revisi kebijakan pajak untuk sunset policy 2008. Uang diantar ke Apartemen Cempaka Mas.
Semua pengakuan Gayus tersebut dibantah Bumi Resources dan perusahaan lain. Juru bicara Bumi, Dileep Srivastava, membantah keras omongan Gayus dan menganggapnya sebagai upaya untuk memperburuk citra perusahaan itu.
Secara terpisah, Ketua Komisi III (bidang hukum ) DPR Benny K. Harman meminta Polri segera memeriksa perusahaan yang mengalirkan dana gelap kepada Gayus. ''Tidak perlu pakai izin-izin. Periksa saja segera. Saya sudah katakan itu kepada Kapolri,'' ujarnya.
Menurut Benny, pengakuan Gayus soal duit Rp 74 milliar harus segera ditelusuri. Komisi III mendukung langkah Polri untuk memeriksa siapa saja tanpa kecuali. ''Nggak ada itu (intervensi). Kami sudah mendukung Kapolri untuk melakukan langkah hukum apabila memang ada bukti-bukti awal yang kuat,'' katanya.
Benny mengapresiasi langkah Polri yang telah menyita duit Gayus dalam jumlah besar. Duit itu, lanjut dia, patut diduga adalah suap. ''Untuk kepentingan hukum, tidak perlu minta izin,'' katanya. (rdl/c4/iro)
Sumber: Jawa Pos, 16 Juni 2010