Polisi Tunggu Hasil Audit BPKP

Direktur utama dan kepala departemen logistik serta pembeli telah diperiksa.

Kepolisian Daerah Jawa Timur menemukan indikasi dugaan korupsi dalam penjualan aset PT Industri Gelas (Iglas) Persero, berupa 19 rumah dan tanah seluas 8.233 meter persegi yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Namun, menurut Kepala Satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Bambang Priyambada, polisi kini belum bisa bergerak lebih jauh karena masih menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

Memang ada indikasi korupsi pada penjualan aset itu, tapi jumlahnya masih dihitung BPKP, kata Bambang kepada Tempo kemarin. Ia memperkirakan hasil perhitungan BPKP akan selesai pekan depan.

Selasa lalu, polisi telah memeriksa Yogya, Kepala Departemen Logistik PT Iglas, yang dalam kasus jual-beli aset ini bertindak sebagai sekretaris penaksir harga. Menurut penyidik, Komisaris Hadi Utomo, tugas Yogya adalah menegosiasikan penawaran harga dari calon pembeli kepada Direktur Utama PT Iglas Daniel S. Kuswandi dengan harga tanah per meternya Rp 2.206.686.

Selain memeriksa Yogya, polisi juga menyelidiki Wiji Nurhadi, yang bertindak sebagai pembeli. Namun, polisi masih enggan membeberkan jati diri dan asal perusahaan Wiji. Yang jelas, kata Hadi, Wiji telah melakukan pembayaran kepada PT Iglas sebanyak tiga kali. Pembayaran pertama sebesar Rp 10,4 miliar, kedua Rp 9,6 miliar, dan ketiga Rp 1,6 miliar.

Mencuatnya kasus penjualan aset perusahaan pembuat botol milik badan usaha milik negara itu sebenarnya sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Serikat Pekerja PT Iglas adalah pihak yang mencium ketidakwajaran pada proses jual-beli tersebut. Pasalnya, Daniel melaporkan penjualan aset itu Rp 22,8 miliar. Padahal, menurut serikat pekerja, nilainya mencapai Rp 32,3 miliar.

Serikat pekerja menduga Daniel telah mengakali nilai jual obyek pajak rumah itu dari yang semestinya Rp 3,7 juta per meter persegi menjadi Rp 2,5 juta per meter persegi. Dari pengurangan nilai jual obyek pajak itu Daniel mendapat untung Rp 9,5 miliar. Atas kejanggalan tersebut, serikat pekerja telah melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Daniel membantah tudingan. Ia pun mendatangi Polda Jawa Timur dengan sukarela dan minta untuk diperiksa. Soal korupsi dan tidaknya Daniel, kami tetap masih menunggu audit BPKP, kata Bambang. KUKUH S WIBOWO

Sumber: Koran Tempo, 18 Mei 2006
-------------
Melapor Korupsi Ditahan

Hampir tiga minggu Alfanazir Rudiono menghuni sel penjara Medaeng, Waru, Sidoarjo. Kekebalan tubuhnya mulai menurun. Alergi pernapasan menyerang pria berumur 37 tahun itu. Ini pengaruh polusi pabrik, keluh Alfanazir.

Tak jauh dari tempatnya mendekam memang berdiri pabrik peleburan baja.

Sejak 25 April, dia dipenjara bersama Jonis Muslich Efendi. Keduanya menghuni salah satu blok tahanan dengan status tahanan titipan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Alfanazir dan Jonis diciduk polisi awal April lalu atas tuduhan mencuri dokumen PT Iglas.

Menurut Syaiful Aris, pengacara karyawan PT Iglas, mereka ditahan karena melaporkan kasus korupsi Direktur Utama PT Iglas Daniel S. Kuswandi. Daniel diduga membagikan uang Rp 30 juta ke sejumlah instansi, di antaranya Kepolisian Resor Gresik ketika mengusut kasus kebakaran di perusahaan tersebut.

Kepala Satuan Pidana Umum Direktorat Reserse dan Kriminal Kepolisian Daerah Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Setija Junianta membantah Daniel telah menyuap petugas. Uangnya tidak jadi diberikan kepada aparat. Artinya, tidak ada kerugian negara dalam kasus ini, kata Setija mengelak.

Alasan polisi itu tak membuat istri Alfanazir, Sofianingsih, menyerah. Dia melaporkan kasus suaminya ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan DPR. Selasa lalu, Komisi III DPR mengundang Sofianingsih dan anggota Serikat Pekerja PT Iglas. Komisi III menyimpulkan penahanan Alfanazir dan Jonis preseden buruk bagi pelapor kasus korupsi. Kukuh S Wibowo

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan