Ponco Sutowo Diperiksa Tujuh Jam
Ponco Sutowo, salah seorang ahli waris kekayaan Ibnu Sutowo, diperiksa dalam kasus korupsi Setneg. Posisinya sebagai saksi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton, Jakarta, yang diduga merugikan negara sampai Rp 1 triliun.
Hotel itu dibangun di kawasan Gelora Senayan (sekarang Gelora Bung Karno) oleh Ibnu Sutowo lewat PT Indobuild Co. Tanah tersebut masih dalam penguasaan Setneg. Karena itu, izin HGB harus melalui Setneg. Pada perpanjangan HBG Hilton, negara mendapat kompensasi jauh dari semestinya.
Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) perlu memeriksa Ponco yang meneruskan usaha bapaknya. Dia tiba di Gedung Bundar JAM Pidsus Kejaksaan Agung pukul 10.00. Ponco yang saat itu berjas gelap diperiksa sekitar tujuh jam.
Usai diperiksa, kakak kandung terdakwa pembunuhan pelayan Fluid Club Hotel Hilton, Adiguna Sutowo, itu tak mau berkomentar. Meski dikerubuti wartawan, dia tetap melenggang menuju mobil.
Pengacara Ponco, Nurhasyim Ilyas, mengatakan, kliennya ditanya seputar perpanjangan HGB Hotel Hilton milik PT Indobuild Co. Khususnya, perpanjangan sertifikat No 26 dan 27 tanah Gelora Senayan milik Setneg.
Ponco tidak tahu-menahu pengurusan perpanjangan HGB tersebut. Dia tidak mengurus langsung. Yang mengurus kan kuasanya. Beliau kan direktur utama, ujarnya.
Kuasa hukum PT Indobuild Co yang mengurus perpanjangan HGB tersebut adalah Ali Mazi yang saat ini menjadi gubernur Sulawesi Tengara. Ali Mazi juga akan diperiksa. Bahkan, izin pemeriksaan dari presiden sudah turun.
Nurhasyim mengatakan, kuasa hukum tersebut telah mengurus sesuai prosedur yang diatur Badan Pertanahan Nasional (BPN). Juga telah membayar retribusi. Namun, dia tidak mau mengatakan jumlahnya. Tidak jelas. Pokoknya ada kuitansinya. Bayarnya ke kantor BPN DKI Jakarta. Jadi, masuk ke kas negara, ujarnya.
Nurhasyim menjelaskan, tanah yang dibangun untuk Hotel Hilton tersebut telah dikuasai Indobuild Co sejak 1972. Sedangkan hak pengelolaan lahan (HPL) oleh Sekretariat Negara diperoleh pada 1989. Jadi, ketika HPL itu muncul, HGB sudah ada di tangan mereka (PT Indobuild Co), ujarnya.
Yang dipersoalkan memang bukan HGB pertama, tetapi perpanjangannya. Mantan Mensesneg Muladi ketika diperiksa mengatakan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi perpanjangan HGB tersebut. Surat yang sedianya dikeluarkan, dimasukkan file lagi. Tetapi, diduga surat itu keluar pada saat Mensesneg dijabat Ali Rachman.
Ali Rachman merasa tak pernah mengeluarkan surat yang ditandatangani Muladi. Malah, surat asli yang mestinya digunakan untuk mengurus HGB ke BPN masih tersimpan di Setneg. Surat itu sudah disita Timtastipikor. Diduga surat yang bocor adalah rangkapannya.
Ketua Timtastipikor Hendarman Supandji mengakui, Presiden Susilo Bambang Yudhyono telah menandatangani izin pemeriksaan terhadap Ali Mazi, yang mengurus perpanjangan HGB tersebut.
Masih ada satu saksi lagi yang akan diperiksa. Yakni, SH yang kabarnya masih berada di Pakistan untuk memberikan ceramah agama. Kita tunggu saja kedatangannya, katanya. Dia berharap penandatanganan tersebut dapat membuka jalan penyidik untuk menemukan tersangka. (yog/lin)
Sumber: Jawa Pos, 30 Desember 2005