Pono Waluyo Dituntut 4 Tahun 6 Bulan
Pono Waluyo, terdakwa kasus dugaan suap di Mahkamah Agung, dituntut empat tahun enam bulan penjara. Penuntut umum Tumpak Simanjuntak menilai Pono terbukti bermufakat dengan terdakwa lain, seperti Harini Wijoso dan Sudi Achmad, untuk mempengaruhi putusan hakim yang memeriksa perkara kasasi Probosutedjo. Tidak hanya itu, terdakwa Pono juga menerima uang suap, ujar Tumpak membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Selain itu, Pono dituntut membayar denda senilai Rp 150 juta atau hukuman pengganti tiga bulan penjara. Hal ini, kata Tumpak, untuk mempertanggungjawabkan perbuatan terdakwa dalam perkara suap Mahkamah Agung.
Adapun hal yang memberatkan, menurut Tumpak, perbuatan terdakwa Pono mencemarkan Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi. Sedangkan hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum dan punya tanggungan keluarga.
Mendengar tuntutan itu, Arsan Yunus, pengacara Pono, terkejut. Ia tak menyangka kliennya akan dituntut empat tahun enam bulan. Menurut dia, kliennya tidak terlibat langsung dalam permufakatan upaya penyuapan. Klien kami hanya menuruti kemauan terdakwa Harini dan rekan-rekan lain di Mahkamah Agung, ujarnya seusai sidang. Karena itu, Arsan mengatakan akan mematahkan tuntutan itu dalam pembelaan.
Pono pun mengaku keberatan dengan tuntutan itu. Menurut dia, tuntutan itu tidak adil. Masak sih tuntutan saya lebih tinggi dari terdakwa lainnya, ujar Pono. Dalam perkara ini, Pono merupakan orang yang dimintai bantuan oleh Harini untuk melicinkan perkara kasasi Probosutedjo. Harini menjanjikan sejumlah dana kepada Pono. RIKY FERDIANTO
Sumber: koran tempo, 22 Juni 2006