Popon Dituntut Empat Tahun Penjara
Pengacara kecewa karena asal uang tidak ditelusuri.
Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi kemarin menuntut pengacara Teuku Syaifuddin alias Popon empat tahun penjara. Popon dinilai terbukti berupaya menyuap pegawai negeri, ujar Khaidir Ramli, penuntut umum, ketika dihubungi kemarin.
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap pengacara Gubernur nonaktif Nanggroe Aceh Darussalam Abdullah Puteh itu pada 15 Juni 2005. Ketika itu Popon tertangkap tangan setelah menyerahkan uang Rp 249,9 juta di ruang kerja Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Ramadhan Rizal, yang pada saat itu juga ada Panitera Muda Pidana M. Sholeh.
Menurut Khaidir, Popon terbukti membawa tas hitam yang kemudian diketahui berisi uang Rp 249,9 juta. Uang tersebut diduga untuk memuluskan perkara banding Puteh di Pengadilan Tinggi Jakarta. Khaidir menilai, sebagai pengacara seharusnya Popon memberikan contoh yang baik. Tindakan Popon, Khaidir menilai, telah mencoreng penegakan hukum.
Deni Ramon Siregar, pengacara Popon, menyatakan, tuntutan terhadap kliennya dipaksakan dan tidak masuk akal. Menurut dia, penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi hanya mendasarkan kejadian ketika Popon tertangkap dengan barang bukti uang Rp 249,9 juta, tanpa menelusuri asal uang itu. Padahal, kata Deni, penuntut umum mengetahui asal uang itu dari Said Salim, Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Sumatera Utara.
Menurut Deni, kliennya hanya mengantarkan uang dari Said. Said sendiri tidak pernah diperiksa selama sidang, ujar Deni ketika dihubungi kemarin. Karena itu, dia menyayangkan penuntut umum yang tidak berhasil meminta keterangan Said selama persidangan.
Namun, Khaidir punya pendapat berbeda. Penuntut umum, kata Khaidir, menilai tidak perlu menelusuri asal uang tersebut. Menurut dia, penuntut umum mendasarkan pada saat peristiwa itu terjadi. Kejadiannya adalah Popon membawa tas yang berisi uang dan berusaha menyuap pegawai negeri. Itu saja, ujarnya.
Sidang yang dipimpin hakim Gusrizal itu ditunda pada Selasa (18/10) depan untuk mendengarkan pembelaan dari pengacara Popon. SUKMA
Sumber: Koran Tempo, 12 Oktober 2005