praPeradilan; Menurut Jaksa SKP3 Soeharto Sah
Menurut hukum, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara atau SKP3 Soeharto sah karena sesuai dengan kewenangan kejaksaan. Kriteria demi hukum yang menjadi pertimbangan diterbitkannya SKP3 sudah dipenuhi. Dengan demikian, pendapat para pemohon yang menyatakan SKP3 cacat hukum atau bertentangan dengan ketentuan hukum adalah pendapat yang salah.
Demikian jawaban kejaksaan atas gugatan praperadilan SKP3 Soeharto yang dimohonkan oleh Asosiasi Penasihat Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Gerakan Masyarakat Adili Soeharto, serta Aktivis 98. Jawaban itu dibacakan tim jaksa yang diketuai Marwan Effendi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/6).
Jaksa menyampaikan kepada majelis hakim tunggal Andi Samsan Nganro, kejaksaan menolak yang dikemukakan pemohon. Pemohon telah menggunakan alasan Pasal 140 KUHAP secara sempit. Oleh karena itu, permohonan praperadilan ini harus ditolak seluruhnya, kata jaksa.
Ditutup demi hukum
Salah satu pertimbangan demi hukum menerbitkan SKP3 adalah undang-undang, yakni Pasal 140 Ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyebutkan penuntut umum dapat menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum.
Disebutkan, PN Jakarta Selatan sebagai lembaga peradilan yang kompeten menyidangkan perkara pidana atas nama Soeharto menegaskan penolakannya untuk menyidangkan kembali perkara itu. Penolakan itu merupakan jawaban atas surat Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan tanggal 26 Februari 2002, yang memohon untuk membuka kembali persidangan. Maka, penyelesaian hukum berada di tangan kejaksaan. Penerbitan SKP3 adalah sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 140 Ayat 2 KUHAP, apalagi SKP3 tidak bersifat final karena sewaktu-waktu dapat dicabut kembali.
Jaksa juga mengemukakan, sampai saat ini tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan Soeharto sudah sembuh dari sakit. Putusan Mahkamah Agung 2 Februari 2001 mengatakan, penuntutan atas Soeharto baru dapat dilakukan sesudah sembuh dari sakit. Fatwa MA dalam surat Nomor KMA/ 865 / XII / 2001 tanggal 11 Desember 2001 menyatakan bahwa Soeharto tidak mungkin dapat disembuhkan.
Penuntutan terhadap Soeharto tidak mungkin dapat dilanjutkan, sehingga demi kepastian hukum, penuntutan terhadap yang bersangkutan perlu dihentikan, kata jaksa.
SKP3, kata jaksa lagi, tidak bertentangan dengan ketetapan MPR. Kejaksaan sudah melaksanakan semua ketetapan MPR yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Menurut jaksa, berkas perkara atas nama terdakwa Soeharto sudah dilimpahkan ke PN Jakarta Selatan, tapi penuntutan tidak dapat dilanjutkan karena terdakwa sakit. (IDR)
Sumber: Kompas, 7 Juni 2006