Presiden Didesak Batalkan Inpres BLBI

Indonesia Corruption Watch mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Release and Discharge atau pelepasan dan pembebasan dari tuntutan terhadap para pengutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Indonesia Corruption Watch mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membatalkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang Release and Discharge atau pelepasan dan pembebasan dari tuntutan terhadap para pengutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Instruksi itu menjadi pelindung para debitor dari kewajiban membayar utang, kata Ketua Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho kemarin.

Instruksi yang ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri pada 30 Desember 2002 itu memberikan kewenangan kepada Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk menerbitkan release and discharge setelah mendapat persetujuan Komite Kebijakan Sektor Keuangan dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Syaratnya, para pengutang itu harus menyelesaikan utangnya kepada negara.

Sebelum instruksi itu dicabut, kata Emerson, Kejaksaan Agung akan menghadapi kesulitan dalam mengusut kembali kasus BLBI. Pengemplang utang seperti Sjamsul Nursalim bisa dengan mudah bebas karena memiliki surat keterangan lunas, katanya. Padahal aset yang ia berikan (untuk membayar utang) bodong.

Dengan total utang sekitar Rp 28 triliun, Sjamsul mendapat surat keterangan lunas pada April 2004. Aset yang diserahkan di antaranya PT Dipasena (laku Rp 2,3 triliun), Gajah Tunggal Petrochem, dan GT Tyre (laku Rp 1,83 triliun). Pada 13 Juli 2004, Kejaksaan Agung menghadiahinya surat perintah penghentian penyidikan. Tapi keputusan ini ditinjau kembali oleh Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Salman Maryadi kemarin mengatakan saat ini pihaknya sedang menyeleksi 75 jaksa untuk membentuk tim khusus pemburu kasus BLBI. Para jaksa itu berasal dari 30 kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia dengan golongan III-C dan III-D. Dari tiap kejaksaan tinggi diambil dua sampai tiga orang, katanya.

Seleksi ini diketuai Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman. Dari 75 jaksa itu nantinya akan diambil 35 di antaranya untuk menjadi anggota tim khusus, yang terbagi dalam dua regu, yakni regu pemeriksaan dan regu penindakan. Akan diumumkan 22 Juli nanti, ujar Salman. RINI KUSTIANI

Sumber: Koran Tempo, 25 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan