Presiden Harus Kembali Desak Penyelesaian Kasus Penganiayaan Aktivis ICW
Empat bulan berlalu sejak penganiayan terhadap aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) terjadi. Hingga kini, polisi belum dapat mengungkap kasus itu. Polisi selalu beralasan kurang saksi dan bukti untuk mengidentifikasi pelaku.
Anggota tim penyidik dari Polres Jakarta Selatan, AKBP Niko Avianto, kepada tim kuasa hukum Tama S Langkun yang menemuinya pada Jumat (19/11) lalu mengatakan, polisi kesulitan menarik benang merah dari bukti-bukti yang telah dihimpun tim penyidik dari kepolisian. Dari hasil penyidikan sementara, penyidik baru dapat menyimpulkan bahwa memang Tama telah menjadi target penganiayaan.
Meski demikian, penyidik belum dapat mengarah kepada pelaku. "Bukti-bukti yang dikumpulkan masih sangat prematur," kata Niko.
Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Rudi Satrio, kepada ICW, mengatakan, penganiayaan terhadap Tama S Langkun memang sulit diungkap, karena dilakukan oleh orang-orang berpengalaman. Mereka sengaja dipesan untuk menganiaya target tanpa meninggalkan jejak. "Tampaknya model-model pelaku yang sangat berpengalaman, yang dengan mudah mengaburkan buktinya," ujar Rudi.
Berikut petikan wawancara Rudi Satrio dengan Farodlilah ICW.
Mengapa pengungkapan kasus ini begitu lambat?
Ini memang satu kasus yang tidak mudah untuk diungkapkan. Tapi tampaknya, garis penghubungnya sudah jelas. Pertama, ada pemberitaan soal rekening gendut, kemudian ada tindakan teror, penganiayaan. Ini suatu korelasi. Maka kemudian pihak yang dituju adalah oknum kepolisian.
Tapi kemudian, tidak mudah mengungkapkan apakah memang pelaku tersebut terkait dengan pemberitaan. Ketika ada banyak oknum di kepolisian yang tidak suka, maka siapa yang kemudian menjadi pelakunya. Sekali lagi, kasus ini tidak mudah.
Polisi selalu merasa kekurangan alat bukti, bagaimana mengatasi ini?
Inilah pentingnya peranan saksi. Polisi memerlukan keterangan saksi yang melihat pelaku memang memukuli korban. Saksi, yang dapat mengidentifikasi pelakunya adalah si XYZ, dengan bukti-bukti yang ada.
Namun tampaknya, polisi kesulitan mengumpulkan bukti karena kasus ini dilakukan oleh model-model pelaku yang sangat berpengalaman, yang dengan mudah mengaburkan buktinya. Ketika mereka menggunakan kendaraan bermotor, plat kendaraannya sudah diganti.
Di awal kasus ini terungkap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak kepolisian segera menyelesaikan kasus ini. Dukungan dari publik pun begitu besar. Mengapa amunisi dukungan ini tidak cukup kuat?
Memang terkadang tidak sebanding antara dorongan publik dengan kerja dari institusi. Ketika kemampuan mendapatkan bukti lemah, bisa jadi tidak produktif.
Tapi setidaknya, kepolisian harus melaporkan progress report hasil kerja penyidikan.
Tim kuasa hukum punya hak untuk mengetahui, masyarakat juga harus tahu.
Apakah presiden harus mengingatkan kembali?
Saya rasa presiden harus kembali mendesak, agar ada wibawa. Apalagi ini kasus nasional yang menyangkut kebebasan masyarakat menyatakan pendapat.
Tidak khawatir presiden mengintervensi?
Penekanan Presiden ini memang bentuk intervensi. Bagaimanapun juga kepolisian di bawah Presiden.
Bagaimana tanggung jawab kepolisian?
Pihak kepolisian harus mengusut tuntas kasus ini, untuk memperbaiki citra. Kasus rekening gendut petinggi Polri, Gayus yang kabur dari penjara Mako Brimob, semua harus diungkap.
Jangan sampai Polri, seperti kata Zainudin MZ, menjadi pisau yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas; tegas terhdap orang-orang di bawah tapi tumpul untuk para petinggi. Kalau memang para petinggi itu salah, ya, harus dihukum.