PRESIDEN HARUS TOLAK RENCANA DPR UNTUK MEREVISI UU KPK
Pernyataan Pers
Selasa, 23 Juni 2015 kemarin malam, melalui Sidang Paripurna, seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) bersepakat untuk memasukkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015. Revisi UU KPK masuk daftar Rancangan Undang-Undang yang ditambahkan dalam prioritas Prolegnas 2015. Tidak ada satu pun fraksi yang menolak Revisi UU KPK. DPR beralasan dimasukkannya RUU KPK dalam Prolegnas 2015 karena usulan dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
Usaha merevisi UU KPK bukan baru satu kali terjadi, karena pada 2012 lalu, hal yang sama dengan substansi yang serupa pula, pernah diusulkan untuk dibahas di DPR RI. Pada tahun 2012 seluruh fraksi di DPR menyatakan menolak Revisi UU KPK. Kondisi ini berbanding terbalik dengan saat ini (tahun 2015) dimana seluruh fraksi setuju melakukan revisi UU KPK.
Secara garis besar ada 5 (lima) isu krusial yang akan dimasukkan oleh DPR dalam naskah Revisi UU KPK yaitu, pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan “kolektif-kolegial”, dan pengaturan terkait Plt Pimpinan jika berhalangan hadir.
Posisi DPR yang setuju mempercepat pembahasan Revisi UU KPK pada Prolegnas 2015 dengan alasan untuk memperkuat KPK tidak dapat diterima karena poin krusial yang akan diubah justru saat ini menjadi jantung kekuatan KPK. Keputusan ini telah memperburuk citra DPR di mata publik karena pada saat yang bersamaan DPR telah mendukung dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per anggota.
Patut diduga ada konflik kepentingan yang besar dibalik dukungan seluruh anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna tersebut. Data KPK sejak 2004-kini menyebutkan ada 76 politisi Senayan yang telah dijerat oleh KPK karena terlibat korupsi. Selain itu, tuduhan DPR yang menyebut adanya abuse of power di KPK sebagai justifikasi pentingnya revisi UU KPK tidak didukung oleh bukti yang kuat. Demikian pula,tidak ada kondisi darurat yang menjadi dasar dimasukkannya revisi UU KPK dalam Prolegnas Prioritas 2015.
Pada sisi lain upaya politisi Senayan untuk mempercepat revisi UU KPK patut dicurigai sebagai upaya “penyelematan diri” dan “balas dendam” mengingat sejumlah elit partai pernah dijerat dan menjadi terpidana korupsi sebagai hasil dari penyadapan KPK serta tunt
Saat ini Presiden memiliki posisi yang sangat penting untuk menyelamatkan KPK.Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 19 Juni 2015 lalu menyatakan penolakannya terhadap agenda revisi UU KPK. Oleh karena itu, Presiden dengan kewenangan yang dimilikinya dapat menarik diri terlibat dalam pembahasan revisi UU KPK bersama dengan DPR RI.
Ketentuan terkait pembahasan bersama RUU antara pemerintah dan DPR diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan “terhadap RUU Inisiatif DPR maka Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima”.
Berdasarkan ketentuan diatas maka jika dalam jangka waktu tersebut Presiden tidak menugasi menteri terkait untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan Revisi UU KPK, maka pembahasan tidak dapat dilakukan oleh DPR RI. Dengan demikian proses pembahasan revisi UU KPK yang tidak dihadiri oleh pemerintah dapat dikatakan sebagai cacat hukum.
Berdasarkan uraian diatas, kami mendesak Presiden Jokowi untuk tetap konsisten mendukung penguatan KPK dengan cara menolak gagasan DPR memasukkan revisi UU KPK dalam Prolegnas 2015 dan tidak menunjuk wakil pemerintah dalam proses pembahasan Revisi UU KPK dengan DPR.
Jakarta, 25 Juni 2015
Indonesia Corruption Watch
Contact Person: Emerson Yuntho (081389979760)
DAFTAR ANGGOTA DPR/DPRD YANG TERLIBAT DALAM DUGAAN PERKARA KORUPSI
DAN TERUNGAKP MELALUI PROSES PENYADAPAN
No |
Nama |
Asal Partai |
Perkara |
Tuntutan |
Vonis / Keterangan |
1. |
Adriansyah |
PDI-P |
Dugaan Kasus suap tambang di Kabupaten Tanah Laut |
- |
masih dalam proses penanganan
http://www.koran-sindo.com/ |
2. |
Sutan Bhatogana |
Demokrat |
Dugaan Kasus Suap SKK Migas |
- |
masih dalam proses penanganan
|
3. |
Angelina Sondakh |
Demokrat |
Kasus korupsi pembangunan wisma atlet |
12 tahun penjara |
Pengadilan Tipikor memutus 4,5 tahun penjara. Namun MA memvonis 12 tahun penjara.
http://sp.beritasatu.com/home/ |
4. |
Al Amin Nasution |
PPP |
Kasus korupsi alih fungsi hutan lindung tanjung siapi-api |
15 tahun penjara |
Pengadilan Tipikor memutus 8 tahun penjara. Pengadilan Tinggi menambah hukuman menjadi 10 tahun. Namun MA kembali memutus 8 tahun penjara
http://www.indosiar.com/fokus/ |
5. |
Luthfi Hasan Ishaaq |
PKS |
Kasus suap dari PT Indoguna Utama terkait kuota impor daging sapi |
18 tahun penjara |
Pengadilan tipikor memutus 16 tahun penjara dan MA menambah hukuman menjadi 18 tahun penjara.
|
6. |
Zulkarnaen Djabar |
Golkar |
Kasus korupsi Alquran |
12 tahun |
Divonis 15 tahun
|
7. |
Bulyan Royan |
PBR |
Kasus Korupsi pengadaan kapal patroli di departemen perhubungan |
8 tahun |
Divonis 6 tahun penjara
http://politik.news.viva.co. |
8. |
Adam Munandar |
Gerindra |
Dugaan Kasus dugaan suap pembahasan RAPBD Musi Banyuasin |
- |
masih dalam proses penanganan
http://detiksumsel.com/kpk- |
9. |
Bambang Kariyanto |
PDI-P |
Dugaan Kasus dugaan suap pembahasan RAPBD Musi Banyuasin |
- |
masih dalam proses penanganan |
10. |
Fuad Amin |
Gerindra |
Dugaan Kasus suap Jual beli gas alam PT. MKS Bangkalan |
- |
masih dalam proses penanganan
|
11. |
Abdul Hadi Djamal |
PAN |
Kasus korupsi proyek pembangunan dermaga di kawasan indonesia timur |
- |
Divonis 3 tahun penjara
http://m.bola.viva.co.id/news/ |