Presiden: Hormati Vonis MA; DPR Kembali Mendesak Presiden Laksanakan Rekomendasi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak akan langsung menegur Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh soal masih digunakannya Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan dan Keuangan DPRD dan Penyusunan APBD untuk menjerat anggota DPRD dan pejabat daerah.
Presiden akan mengambil langkah-langkah terlebih dulu, di antaranya mendengar lebih dulu penjelasan Jaksa Agung, jika memang PP yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung itu masih digunakan sebagai dasar hukum, ujar Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng, Selasa (10/10).
Presiden menghormati hukum, termasuk putusan MA. Jika telah dibatalkan MA melalui uji materi, tentu PP tersebut tidak lagi digunakan. Tentunya, Presiden pun akan menghormati setiap putusan hukum, termasuk putusan MA, kata Andi menambahkan.
Menanggapi rekomendasi DPR, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menilai rekomendasi itu salah sasaran. PP No 110/2000 sudah dibatalkan MA dalam keputusan pada 27 Desember 2002.
Abdul Rahman baru menduduki kursi Jaksa Agung Oktober 2004. Begitu saya masuk (sebagai Jaksa Agung), PP sudah tidak berlaku. Setelah saya dilantik jadi Jaksa Agung, saya kumpulkan jaksa tinggi untuk mengingatkan agar tidak lagi menggunakan PP No 110/2000. Ini pun dilakukan berkali-kali karena komunikasi tidak gampang, katanya.
Ketika PP No 110/2000 masih berlaku, kata Jaksa Agung, sudah ada sejumlah anggota DPRD yang dijerat dengan aturan ini dan dihukum pengadilan. Kemudian, pada periode berikutnya, saat PP No 110/2000 dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, jaksa diminta tidak lagi menggunakannya sebagai dasar untuk mendakwa.
Kejaksaan Agung sudah tiga kali membuat surat edaran yang ditujukan kepada kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri. Namun, Abdul Rahman mengakui, ada kejaksaan di beberapa daerah yang, entah kurang mengerti atau kurang berkomunikasi, lengah dan tetap menggunakan PP 110/2000. Untuk jaksa yang seperti ini kami lakukan eksaminasi, ujarnya.
Kalaupun masih ada jaksa yang menggunakan PP No 110/2000 dalam menangani perkara korupsi, tentunya akan gagal di pengadilan karena tidak akan diloloskan hakim. Dengan demikian, tidak perlu rehabilitasi anggota DPRD yang menjadi tersangka karena, kalau terbukti gagal, tidak akan divonis bersalah oleh pengadilan.
Pertegas sikap
DPR lewat rapat paripurna DPR, Selasa, mempertegas sikap mengenai adanya kriminalisasi kebijakan pemerintahan daerah lewat penerapan PP No 110/2000. Karena itu, DPR meminta Presiden menghentikan penanganan kasus korupsi APBD karena dasar hukum penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tidak tepat. DPR juga meminta Presiden merehabilitasi dan memulihkan nama baik dan hak anggota DPRD yang dirugikan akibat penggunaan PP No 110/2000 serta menegur keras Jaksa Agung yang dinilai gagal mengendalikan aparatnya menangani korupsi APBD.
Rekomendasi Ketua Panitia Kerja Penegakan Hukum dan Pemerintahan Daerah Trimedya Panjaitan (Fraksi PDI-P, Sumatera Utara II) itu dibacakan dalam rapat paripurna DPR, Selasa.
Sedikit berbeda dengan biasanya, Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno (Fraksi PDI-P, DI Yogyakarta) yang memimpin rapat tidak memintakan persetujuan anggota DPR selepas pembacaan laporan Panja tersebut. Dalam rapat itu, balkon ruang rapat paripurna dipadati sejumlah anggota DPRD dari Jawa Barat yang sengaja hadir untuk memberikan dukungan.
Wakil Ketua Panja Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golkar, Jawa Tengah VII) dan anggota Panja Ahmad Kurdi Moekri (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Jawa Barat II) meminta agar rekomendasi DPR itu tidak disikapi negatif sebagai bentuk intervensi pada proses penegakan hukum.
Sementara itu, Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) dalam jumpa persnya di gedung DPR mendukung rekomendasi DPR. Ketua Adkasi M Harris menyatakan, penanganan kasus korupsi telah membuat DPRD tidak bisa bekerja maksimal.
Ketua Dewan Penasihat Adkasi Soehandojo menyebutkan kasus korupsi APBD bisa terjadi karena kekurangpahaman terhadap UU, tetapi bisa pula terjadi karena ada pertentangan aturan. Dalam logika pikir penyidik, penggunaan aturan secara berlapis merupakan hal wajar. Rekomendasi DPR setidaknya bisa menjadi acuan atau pertimbangan hakim dalam memutus perkara. Namun, untuk putusan yang bersifat final dan berkekuatan hukum tetap, mau tidak mau harus dilaksanakan.
Wakil Sekretaris Jenderal Adkasi Moh Nur Dg Rahmatu menekankan, pemerintah harus secepatnya merevisi PP No 37/2005 yang mengatur soal kedudukan protokoler dan keuangan DPRD, terutama menyangkut hal yang berhak diterima anggota DPRD.
Kemarin, ratusan warga Ciamis, Garut, Cirebon, Bogor, dan Bandung yang tergabung dalam aliansi delapan partai mendatangi DPR. Mereka mendukung rekomendasi Panitia Kerja DPR.(idr/sut/har/dik)
Sumber: Kompas, 11 Oktober 2006