Presiden Perintahkan Bupati Konawe Nonaktif
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan surat perintah kepada Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf agar segera memberhentikan sementara Bupati Konawe, Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan surat perintah kepada Menteri Dalam Negeri Muhammad Ma'ruf agar segera memberhentikan sementara Bupati Konawe, Sulawesi Tenggara, Lukman Abunawas. Perintah itu disampaikan melalui surat Menteri Sekretaris Negara pada 19 Oktober soal pemberhentian sementara Bupati Konawe.
Surat yang ditandatangani Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra itu merupakan tanggapan atas surat Ketua DPR Agung Laksono pada 4 Juli. Dalam surat itu, DPR menyampaikan kepada Presiden tentang pertanyaan salah satu anggota DPR, Arbab Paproeka, mengenai konsistensi pemerintah dalam penegakan hukum terhadap Lukman Abunawas, yang berstatus terdakwa kasus korupsi dana pesangon anggota DPRD Kabupaten Konawe 1999-2004 sebesar Rp 2 miliar.
Atas surat itu, dan mengingat hingga 19 Oktober lalu Gubernur Sulawesi Tenggara belum mengusulkan penonaktifan Lukman walaupun sudah berstatus sebagai terdakwa, Presiden memerintahkan Menteri Dalam Negeri memberhentikan sementara yang bersangkutan. Ini berdasarkan bukti register perkara kasasi, kata sumber Tempo di kantor kejaksaan Sulawesi Tenggara.
Putusan penonaktifan itu, bagi pengacara Lukman, Abu Hanifah Pahege, sangat subyektif dan terkesan tak rasional. Tuduhan korupsi atas Lukman, kata dia, tak dapat dibuktikan di Pengadilan Negeri Konawe sehingga pengadilan memvonis bebas pada 23 Juni. Jadi dasar mereka mengusulkan penonaktifan itu apa? katanya kemarin di Kendari tanpa merujuk siapa yang dia maksudkan sebagai pengusul.
Abu mengakui bahwa kejaksaan saat ini masih melakukan upaya hukum ke tingkat lebih tinggi atas putusan itu. Namun, menurut dia, putusan bebas itu harus dihormati dulu.
Ia justru menuding bahwa usulan penonaktifan kliennya tak murni soal penegakan supremasi hukum, tapi penuh nuansa politik. Kalau itu dilakukan Menteri Dalam Negeri atas perintah Presiden tanpa kajian mendalam, pemerintah telah membuat kesalahan fatal, katanya. DEDY KURNIAWAN
Sumber: Koran Tempo, 15 Desember 2005