Press Release Koalisi untuk kebebasan Informasi untuk Pengesahan UU KIP

PERNYATAAN SIKAP
KOALISI UNTUK KEBEBASAN INFORMASI

PERNYATAAN SIKAP
KOALISI UNTUK KEBEBASAN INFORMASI

UNTUK PENGESAHAN UNDANG-UNDANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Tiga April 2008, DPR mengesahkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dengan demikian, Indonesia telah mencatatkan diri sebagai negara kelima di Asia, dan ke-76 di dunia yang secara resmi mengadopsi prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Proses pembahasan UU KIP ini sendiri merupakan sebuah rekor dalam sejarah legislasi di Indonesia: telah menjadi agenda pembahasan DPR sejak tahun 2000, sempat melewati pergantian pemerintahan tahun 2004, dan baru berhasil diselesaikan 8 tahun kemudian. Kini Indonesia sejajar dengan India, Jepang, Thailand dan Nepal dalam hal pelembagaan kerangka hukum bagi pemenuhan hak-hak publik untuk mengakses proses-proses penyelenggaraan kekuasaan. Tentu ini sesuatu yang membanggakan dan dapat mengangkat citra Indonesia yang sedang terpuruk terkait dengan isu-isu korupsi dan transparansi pemerintahan.

CAPAIAN POSITIP UU KIP:
Koalisi Untuk Kebebasan Informasi yang sejak awal mengadvokasi pengesahan UU KIP, mencatat beberapa capaian positip dalam Undang-Undang ini. Pertama, UU KIP adalah undang-undang pertama yang secara komprehensif menjamin hak-hak publik atas informasi. Sebelumnya, sesungguhnya sudah ada beberapa Undang-Undang sektoral yang telah mengakui hak publik atas informasi. Namun beberapa Undang-Undang itu hanya mengakui hak saja, tidak mengatur mekanisme pelaksanaan hak tersebut. Tidak mengatur kewajiban badan-badan publik untuk memberikan akses informasi secara terbuka, berikut sanksi-sanksinya. Kedua, secara komprehensif UU KIP telah mengatur kewajiban badan/pejabat publik untuk memberikan akses informasi terbuka dan efisien kepada publik. Melalui UU KIP, Kewajiban untuk memberikan informasi, dokumen dan data diintegrasikan sebagai bagian inheren dari fungsi birokrasi pemerintahan, diperkuat dengan sanksi-sanksi yang tegas bagi pelanggarannya. Ketiga, UU KIP juga mengatur klasifikasi informasi sedemikian rupa sehingga memberikan kepastian hukum tentang informasi-informasi apa saja yang wajib dibuka kepada publik, dan informasi apa saja yang bisa dikecualikan dalam periode tertentu. Di sini, secara teoritis UU KIP memberikan solusi bagi kalangan jurnalis, peneliti, dan masyarakat awam yang selama ini selalu menghadapi klaim rahasia negara, rahasia instansi atau rahasia jabatan ketika mengakses dokumen-dokumen di badan publik. Keempat, UU KIP telah melembagakan Komisi Informasi sebagai lembaga negara independen yang berperan sebagai lembaga penyelesaian sengketa akses informasi dan lembaga regulator di bawah undang-undang. Kelima, dengan demikian, UU KIP juga cukup strategis untuk melengkapi perangkat-perangkat hukum pemberantasan korupsi yang telah ada: UU Anti Korupsi, UU KPK, UU Perlindungan Saksi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang.

YANG PERLU DIKRITISI DARI UU KIP
Namun UU KIP juga tak luput dari kelemahan. Beberapa kelemahan tercatat sebagai berikut. Pertama, adanya kriminalisasi terhadap publik sebagai pengguna informasi. Pasal 51 UU KIP menyatakan,

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan