Press Release: Rapor Merah Mendiknas
Muhammad Nuh sebagai Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) gagal mengatasi berbagai masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan Indonesia. Kegagalan antara lain disebabkan karena kesalahan dalam menetapkan berbagai kebijakan dan lemahnya kepemimpinan dalam menahkodai Kemendiknas. Kegagalan ini telah memperberat kebocoran bahtera pendidikan Indonesia dan menghambat tujuan pendidikan nasional.
Berbagai kebijakan keliru yang telah menyebabkan masalah dan tragedi di public antara lain, kebijakan sertifikasi guru, ujian nasional, penyaluran dana BOS, penerimaan siswa baru, mahalnya biaya pendidikan dan tata kelola perguruan tinggi.
Sertifikasi Guru
Dalam program sertifikasi guru, kebijakan M. Nuh sebagai Mendiknas tidak mampu meningkatkan kualitas pengajaran guru. Penyaluran TPP (tunjangan profesi pendidik) juga dilanda berbagai masalah seperti tidak tersedia anggaran sehingga sebagian guru masih belum menerima hak tunjangannya meski telah lolos sertifikasi beberapa tahun lalu.
Ujian Nasional
Begitu juga dengan kebijakan M.Nuh tetap mempertahankan kebijakan ujian nasional yang telah memicu keprihatinan di kalangan orang tua murid jujur. Kasus intimidasi ibu Siami- ortu murid SDN Gadel 2 Surabaya- dan Irma Winda Lubis-ortu murid SDN 06 Petang Pesanggrahan Jakarta Selatan merupakan tragedi dan dampak buruk dari pemaksaan kebijakan UN. Pemaksaan UN telah memicu kecurangan meluas dan dikhawatirkan menanamkan sikap ketidakjujuran pada murid dan melahirkan calon koruptor baru di Indonesia.
Dana BOS
Pada tahun 2011 M.Nuh juga telah mengeluarkan kebijakan baru terkait dana BOS. Kali ini, penyaluran dana BOS melibatkan pemerintah daerah. Hal ini berbeda dengan kebijakan penyaluran tahun-tahun sebelumnya dimana, dana BOS langsung ditransfer ke rekening sekolah dari kas negara. Akibatnya, dana BOS terlambat diterima pihak sekolah. Hal ini telah memaksa pihak sekolah untuk mencari pinjaman ke berbagai pihak dengan sejumlah bunga. Hal ini juga telah menghambat berbagai program sekolah karena kekurangan dana untuk melaksanakannya. Selain itu, kebijakan transparansi yang juga tidak berkembang signifikan sehingga memungkinkan pihak sekolah secara leluasa menyelewengkan penggunaan dana BOS.
Mahalnya Penerimaan Siswa Baru
Pada tahun ajaran baru (2011/2012) M. Nuh juga dinilai terlambat mengeluarkan kebijakan terkait penerimaan siswa baru. M. Nuh mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) dengan Menteri Agama setelah meluasnya keluhan ortu murid terkait mahalnya biaya penerimaan siswa baru. Sayangnya, SKB tersebut juga tidak efektif menekan pihak sekolah untuk tidak memberlakukan pungutan dalam penerimaan siswa baru. Pihak sekolah justru mengabaikan SKB tersebut dan tetap menarik pungutan dari orang tua murid. Pembentukan tim pemantau PSB ternyata juga dibentuk terburu-buru setelah ada kritik dari masyarakat atas semakin meluasnya dan mahalnya biaya pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan terungkap dalam penyelenggaraan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional). Mendiknas telah melakukan sejumlah evaluasi atas penyelenggaraan RSBI. Akan tetapi, laporan evaluasi tersebut tidak pernah diketahui publik, apakah RSBI layak diteruskan atau tidak. Kemdiknas hanya menjadikan evaluasi untuk pencitraan pada publik seakan-akan mereka sudah menunaikan kewajiban saja.
Tata Kelola Kemdiknas Buruk Dan Terindikasi Korupsi
Kualitas tata Kemdiknas ditahun 2010 juga semakin buruk. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas opini BPK atas laporan keuangan di Kemdiknas. Pada tahun 2011, BPK memberikan opini “disclaimer” atas pengelolaan keuangan Kemdiknas sementara pada tahun sebelumnya opini BPK adalah WDP (Wajar Dengan Pengecualian).
Tahun 2011, beberapa pejabat Kemdiknas telah terjerat berbagai kasus korupsi diantaranya adalah Irjen Kemdiknas, Muhammad Sofyan. LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK tahun 2010 atas laporan keuangan Kemdiknas menemukan berbagai masalah seperti PNBP yg tidak disetor ke kas negara sebesar Rp 25 miliar, belanja fiktif, senilai Rp 130 juta, pengadaan barang tidak selesai senilai Rp 55,9 miliar, perjalanan dinas tidak diyakini kebenaranya sebesar Rp 13, 7 miliar dan USD 61 ribu, kekurangan sertifikasi Rp 80 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya rekening liar disejumlah perguruan tinggi. Rekening liar ini ditemukan setiap tahun dan tidak ada penyelesaian efektif dari pihak Kemdiknas.
Tata Kelola Perguruan Tinggi
M. Nuh juga telah mengeluarkan Permendiknas No. 24 tahun 2010 tentang Pengangkatan dan pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi Negeri. Permendiknas telah memicu kekisruhan di kalangan perguruan tinggi karena rektor memiliki hak suara yang tinggi (35 persen) dibandingkan dengan warga kampus. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan semangat otonomi perguruan tinggi karena ada intervensi pemerintah. Berbagai masalah telah terjadi di perguruan tinggi seperti ITS (Institus Teknologi Surabaya) perguruan tinggi asal M. Nuh membuktikan hal tersebut.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Berdasarkan masalah ini, kami berkesimpulan bahwa M. Nuh telah gagal memimpin Kemdiknas yang bertanggung jawab atas kebijakan pendidikan nasional. Berbagai masalah tersebut dikhawatirkan menghambat pencapaian target pendidikan nasional seperti akses, mutu dan tata kelola pendidikan. Presiden SBY mengevaluasi kinerja Muhammad Nuh sebagai Mendiknas.