Prioritaskan Kejujuran, Sistem Pendidikan Harus Dievaluasi
Kejujuran Ibu Siami yang mengungkapkan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah putranya di Surabaya, telah menginspirasi masyarakat luas. Bertempat di aula gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (16/6/2011), ratusan orang berkumpul untuk mendeklarasikan dukungan terhadap penegakan kebenaran.
Rektor Universitas Paramadina yang juga penggagas program Indonesia Mengajar, Anies Baswedan, dalam orasinya jelang deklarsi tersebut menuturkan, ketidakjujuran yang dilakukan oleh mayoritas siswa di SDN 2 Gadel, Surabaya, terjadi karena dipaksa oleh sistem. Sistem pendidikan nasional yang lebih menitikberatkan pada hasil ketimbang kepada proses, menilai kemampuan siswa semata hanya berdasarkan nilai ujian. Akibatnya, dengan berbagai macam cara, seluruh siswa harus dipastikan lulus ujian nasional demi dapat melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.
Penyeragaman standar kelulusan secara nasional juga menjadi salah satu kelemahan sistem. Sekolah yang memiliki fasilitas lengkap dan input bagus tentu dapat melewati standar. Sebaliknya, sekolah marjinal yang miskin fasilitas dan guru-guru yang masih harus berjibaku dengan gaji minim, sulit mencapai hasil yang diharapkan. "Jika jujur sama dengan gagal, maka pilihan yang ada kemudian adalah bersikap tidak jujur untuk bisa lulus," ujar Anies.
Anies mengingatkan, kasus yang terjadi di Surabaya ini tidak boleh hanya dipandang sebagai satu kejadian yang terpisah kasus perkasus. "Kejadian ini harus dilihat secara lebih holistik, yakni adanya kegagalan sistem," tukasnya.
Sistem pendidikan nasional harus dievaluasi. Ujian nasional terbukti tidak mampu meningkatkan mutu pendidikan. Dari tahun ke tahun, kecurangan dalam pelaksanaan UN selalu saja dijumpai. "Akhirnya, pemerintah justru sibuk mencari strategi untuk mencegah terjadinya kecurangan, bukan strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan," tukas Retno Listyarti, guru SMA Negeri 13 Jakarta Utara, yang juga Ketua Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ).
Serangan balik
Serangan terhadap Ibu Siami dan keluarganya pascamencuatnya kasus ini juga dihadapi oleh sejumlah guru dan orangtua siswa yang berusaha membongkar ketidakberesan di sekolah. Kamal Fikri, seorang guru di SMK Negeri Kota Cilegon, diusir dari sekolah setelah membela murid yang mengaku mendapatkan contekan ujian nasional.
Handaru, orangtua siswa di Jakarta, juga mengalami tekanan ketika dia melaporkan kasus dugaan korupsi di sekolah. "Anak saya diintimidasi, dilarang mengikuti ujian sekolah jika saya tidak mencabut laporan dugaan korupsi ke Kejaksaan Tinggi," ujarnya.
Menerima serangan balik ini, para guru dan orangtua siswa diharapkan mampu menggalang kekuatan bersama dengan membentuk organisasi. "Dengan berkoalisi bersama sesama orangtua dan guru, gerakan mengkritisi pendidikan ini akan lebih kuat," pungkas Handaru. Faridlilah