Priyo Budi Penuhi Panggilan; Datang ke KPK sebagai Saksi
Setelah tertunda beberapa kali, Kamis (3/1), anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Priyo Budi Santoso, akhirnya memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Seusai pertemuan, Priyo menjelaskan, dirinya sama sekali tidak terlibat dalam kasus Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
Priyo tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.30. Ia dimintai keterangan selama lebih kurang dua jam sebagai saksi untuk tersangka Noor Adenan Razak, mantan anggota Komisi VIII DPR. Noor Adenan ditahan sejak 5 Desember 2007 karena menerima gratifikasi senilai Rp 1,527 miliar dari pimpinan proyek pengadaan lahan untuk Gedung Pusat Pendidikan dan Latihan Bapeten.
Ditemui seusai pemeriksaan, Priyo mengaku lebih banyak ditanyai mengenai prosedur pencairan anggaran belanja tambahan untuk pengadaan tanah gedung pusdiklat. Saya ditanya apa yang saya tahu dan tidak saya tahu. Kebetulan saya ini hanya sebentar di Panitia Anggaran. Hanya in and out, kemudian dipindahtugaskan, ujarnya.
Saat itu, Panitia Anggaran DPR menyetujui penambahan anggaran untuk pembangunan Gedung Pusdiklat Bapeten dari Rp 19 miliar menjadi Rp 38,885 miliar.
Saat ditanya mengenai penerimaan uang Rp 1,5 miliar oleh Noor Adenan, Priyo tidak bersedia memberikan jawaban. Ia langsung berjalan menuju kendaraan yang menunggunya.
Juru bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan, selain memeriksa Priyo, KPK juga sudah meminta keterangan dari anggota DPR Simon Patrice Morin (Fraksi Golkar), pada 14 Desember 2007. Simon termasuk mantan anggota Panitia Anggaran yang mewakili Komisi VIII.
Masih menurut Johan, KPK belum menjadwalkan pemanggilan ulang baik Priyo maupun Simon. Keterangan yang diberikan hingga saat ini sementara dinilai sudah mencukupi.
Dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi terungkap, dana proyek pengadaan tanah untuk Gedung Pusdiklat Bapeten mengalir ke sejumlah pihak. Di antaranya, Azhar Djaloeis (mantan Kepala Bapeten) sebesar Rp 500 juta, Soekarman (Kepala Bapeten pengganti Azhar) Rp 400 juta, panitia pengadaan pada Bapeten Rp 32 juta, Yusep Sudrajat (P2T) Rp 105 juta, Burhanudin (bendahara proyek) Rp 50 juta, Midi Wiyono Rp 710 juta, Fenny Sulifadarti (notaris) Rp 1,643 miliar, Zurias Ilyas Rp 230 juta, Mardikun (Ditjen Anggaran) Rp 300 juta, Muhidin Rp 39 juta, Iskandar (Kantor Penerimaan Kas Negara) Rp 30 juta, Sigit Wibowo Rp 15 juta, A Wirawan Simatupang Rp 19,541 juta, Benny Ahadi Rp 163,800 juta, Jeremias Laisina (BPN) Rp 50 juta, dan Jajat Sudrajat Rp 80 juta.
Ditemui seusai pemeriksaan, Soekarman membantah penerimaan uang tersebut. (ANA)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2008