Proses Hukum Baru Membuat DPR Takut, Tidak Menyesal

Proses hukum yang menimpa sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, belakangan ini, baru membuat anggota legislatif takut dan lebih hati-hati saat bertindak. Namun, belum membuat mereka menyesal dan kemudian berusaha memperbaiki kinerjanya.

”Bahkan, DPR berusaha melawan proses hukum itu, terutama yang dilakukan oleh KPK. Akibatnya, citra mereka di masyarakat makin merosot,” kata Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch, Senin (1/9) di Jakarta.

Perlawanan DPR itu, lanjut Danang, antara lain diduga dilakukan dengan memperlambat pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi atau untuk merevisi UU KPK, terutama terkait dengan penyadapan.

Menurut Danang, perlawanan terjadi, antara lain, karena proses hukum itu telah menghalangi usaha sebagian dari anggota DPR dan partai politik dalam pengumpulan modal untuk mengikuti Pemilu 2009. Di saat yang sama, DPR juga punya wewenang untuk melakukan perlawanan, terutama lewat pembuatan peraturan.

Namun, perlawanan DPR itu justru membuat masyarakat makin yakin bahwa di lembaga itu banyak masalah.

”Masyarakat melihat, perlawanan DPR itu menandakan mereka tidak bersedia memperbaiki diri dan adanya kekhawatiran borok yang lebih parah akan terbongkar,” tutur Danang.

Idealnya, lanjut Danang, DPR menjadikan upaya seperti yang dilakukan KPK sebagai momentum untuk memperbaiki diri. ”DPR dapat mencontoh yang dilakukan Bank Indonesia. Setelah sejumlah pejabatnya diproses hukum, lembaga itu sekarang lebih terbuka dengan masukan dari luar dan amat serius memperbaiki dirinya,” ucap dia.

Hal senada disampaikan pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago. Menurut dia, sejumlah kasus yang menimpa DPR belakangan ini membuat para calon anggota legislatif pada Pemilu 2009 tidak cukup jika hanya menjanjikan program atau perbaikan.

”Para caleg, baik yang sudah pernah menjabat atau belum, juga harus minta maaf kepada masyarakat atas ulah parpol atau DPR selama ini. Mereka juga harus berjanji tidak melakukan kesalahan serupa. Kalau perlu, hal ini dicantumkan dalam kontrak politik agar lebih kuat,” papar Andrinof. Permintaan maaf ini, lanjut Andrinof, diharapkan dapat membangkitkan kembali simpati masyarakat pada parpol dan DPR. (NWO)

Sumber: Kompas, 2 September 2008 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan