Pungli KBRI Dilimpahkan ke KPK; Penyimpangannya Rp 41,65 M, Diselamatkan Deplu Rp 3,13 M
Dugaan penyimpangan dalam pengurusan visa dan izin tinggal di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, dan KJRI Penang makin terkuak. Ternyata, besar pungutan liar (pungli) di KBRI Kuala Lumpur mencapai Rp 27,85 miliar serta di KJRI Penang Rp 13,8 miliar.
Kasus itu juga telah diserahkan kepada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk ditindaklanjuti. Dari jumlah pungli tersebut, Inspektorat Jenderal (Itjen) Deplu berhasil menyelamatkan masing-masing Rp 1,55 miliar di KBRI dan Rp 1,58 miliar di KJRI. Atau, total Rp 3,13 miliar.
Itu terungkap dalam rapat kerja (raker) Komisi I DPR RI dengan Menlu Hassan Wirajuda kemarin. Pertemuan yang dimulai pukul 09.15 tersebut dihadiri jajaran pimpinan di gedung Pejambon. Antara lain, Sekjen Deplu Sujadnan, Irjen Deplu Slamet Mustofa, dan Jubir Deplu Yuri Thamrin. Mantan Jubir Deplu yang dilantik sebagai Dubes Indonesia untuk Inggris, Marty Natalegawa, juga hadir.
Hassan membeberkan, indikasi penyimpangan diperoleh dari pihak ketiga yang memantau lalu lintas rekening yang dimiliki atase imigrasi KJRI Penang. Dalam waktu tiga hari setelah kami terima informasi awal, inspektur jenderal dengan timnya langsung menunju Penang, katanya.
Menurut dia, meski tidak langsung memeriksa atase imigrasi, tim Itjen melakukan investigasi dan menemui para korban untuk mendapatkan informasi akurat. Temuan Itjen ini sangat solid. Setidaknya, dalam dua tahun terakhir ini di KJRI Penang telah ada pungutan liar yang melibatkan sejumlah dana, ungkapnya. Sebagian berhasil diamankan dan langsung disetor ke kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP), tambahnya.
Dia menyebut, Itjen Deplu juga mencium penyimpangan di KBRI Kuala Lumpur. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan penyimpangan Rp 27,85 miliar pada 2004-2005. Yang berhasil diamankan Rp 1,55 miliar. Sedangkan yang harus dipertanggungjawabkan Rp 26,29 miliar, tegasnya.
Menlu yakin atas temuan itu karena tim Irjen membawa bukti ke Indonesia. Di antaranya, buku penerimaan harian dan catatan rekening keluar masuk uang pada 2004-2005. Dari catatan saya, yang paling menderita akibat pungutan ini adalah warga Indonesia. Khususnya para TKI. Mereka sudah susah payah ke Malaysia, malah dipungut, ujarnya.
Terhadap kasus itu, Hassan telah berkoordinasi dengan Menkum dan HAM Hamid Awaluddin. Penindakan atas atase imigrasi jadi kewenangan Depkum HAM. Menteri hukum dan HAM telah memanggil pulang atase imigrasi Penang dan menyurati KPK dengan tembusan kepada saya untuk penanganan proses lebih lanjut, ujarnya.
Deplu juga memanggil kepala perwakilan KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang untuk memberikan penjelasan. Itu dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban secara manajerial atas penyimpangan yang terjadi.
Untuk kasus di KBRI Kuala Lumpur, jelas Hassan, Dubes Rusdiharjo telah mengambil kebijakan. Yakni, mencabut peraturan yang mengenakan biaya tambahan bagi pelayanan imigrasi. Kebijakannya sudah benar. Tapi, segi pengawasannya kurang, terangnya.
Apa ada rencana Dubes ditarik? Karena menyangkut kepala perwakilan, saya harus konsultasi dengan presiden, katanya.
Anggota Komisi I DPR RI Effendi Choiri membeber, ada indikasi bahwa Dubes Indonesia untuk Malaysia juga menerima uang hasil pungli. Informasi tersebut diperoleh dari sumber KBRI di Kuala Lumpur. Menurut mereka, angkanya sekitar Rp 28 miliar. Dubes ikut menikmati sekitar Rp 4 miliar dan yang lain kecipratan, tegasnya.
Dia menilai performa KBRI Malaysia sangat buruk. Ini disebabkan manajemen kepemimpinan yang konservatif. Saya kira ini semua perlu dijelaskan. Secara keseluruhan, performa kedutaan di Malaysia memang semrawut. Antara bidang yang satu dan yang lain tidak saling sinergi, pungkasnya. (yog)
Sumber: Jawa Pos, 1 Desember 2005