Puteh Hari Ini Terdakwa Korupsi Pembelian Heli
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh, akan menjalani sidang pertamanya sebagai terdakwa hari ini. Menurut Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat I Made Karna, sidang Pengadilan Ad Hoc Korupsi yang akan mendakwa Puteh melakukan korupsi dalam pengadaan helikopter MI-2 di Aceh itu akan digelar di gedung Upindo, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, pukul 09.00 WIB. Sidang akan dipimpin Kresna Menon dengan anggota majelis hakim Gusrizal dan Dudu Duswara.
Sementara sidang Puteh diagendakan digelar hari ini, Direktur PT Pobiagan Mandiri, Bram Manoppo, yang juga menjadi tersangka karena memasok helikopter itu mengajukan uji materiil atau Peninjauan Undang-Undang (PUU) Pasal 68 UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia mempersoalkan asas retroaktif dalam pasal itu. Menurut dia, hal ini bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan tidak memperbolehkan undang-undang berlaku surut dari peristiwa pidana yang terjadi sebelum lahirnya undang-undang itu. Bram juga menyatakan pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Namun, meski ada peninjauan atas undang-undang itu, Karna menyatakan sidang tetap digelar. Alasannya, sidang di MK masih berlangsung dan belum ada keputusan. Selain itu, Pengadilan tidak boleh menolak pelimpahan perkara yang diberikan penuntut umum (KPK), kata Karna kepada Tempo, tadi malam.
Dihubungi secara terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap menggunakan UU Nomor 30/2002 tentang KPK untuk memperkarakan Puteh. Seperti halnya pengadilan korupsi, selama MK belum memutuskan undang-undang tidak boleh berlaku surut, maka KPK masih berpegang pada undang-undang itu yang membolehkan lembaga itu melakukan penyidikan dan penuntutan suatu kasus.
Jalan terus. Sidang di Mahkamah Konstitusi kan masih ada perdebatan panjang dan belum ada putusan, kata Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas kemarin petang. Langkah KPK ini merupakan jawaban atas permohonan uji materiil yang diajukan Bram itu.
Dalam persidangan MK, Bram menghadirkan dua saksi ahli, yakni Indrianto Seno Adji dan Andi Hamzah. Kedua saksi menerangkan KPK tak berhak menangani tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No. 30/2002 itu diundang-undangkan. Indrianto, yang juga penasihat hukum Puteh, menilai kasus korupsi bukanlah tindak kejahatan luar biasa.
Erry tidak bersedia berkomentar tentang keterangan dua saksi ahli itu. Kami tak boleh mengomentari. Kami akan bicara setelah KPK, pemerintah, dan DPR dipanggil Mahkamah Konstitusi dalam sidang nanti, ujarnya. Dia mengaku telah menyiapkan saksi yang bisa membantah keterangan dua saksi ahli dari Bram.
Penasihat hukum Puteh lainnya, Juan Felix Tampubolon, akan meminta hakim agar kliennya bisa membacakan eksepsi pada sidang berikutnya. Eksepsi ini dianggap penting untuk mengingatkan hakim bahwa asas retroaktif (berlaku surut) tidak dibenarkan UUD 1945 Pasal 28 i. Menurut Felix, hakim seharusnya menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi dulu sebelum menyidangkan perkara ini. Apakah Pengadilan Ad Hoc Korupsi berwenang tidak karena asas retroaktif ini harus di-clear-kan dulu, katanya.
Felix menambahkan, jika hakim hari ini tetap menggelar sidang kliennya, maka akan terjadi salah kaprah berturut-turut. Pertama, dilakukan KPK yang menyidik peristiwa pidana yang terjadi sebelum UU KPK ada. Peristiwa terjadi pada 2001 sampai Juli 2002. Undang-undangnya lahir pada Desember 2002. Sebelum undang-undang itu lahir, kata dia, maka yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan adalah polisi dan jaksa. Ini (KPK) kayak kejar setoran saja,.
Kesalahan kedua, kata Felix, dilakukan pemerintah jika rencana menonaktifkan Puteh itu benar-benar direalisasikan begitu Puteh menjadi terdakwa. Pemerintah mendasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Seperti halnya UU KPK, UU Pemda lahir jauh setelah peristiwa pidana itu. Kesalahan terakhir dilakukan Pengadilan Ad Hoc jika menyidangkan kasus itu.
Apakah Puteh juga akan mengajukan PUU KPK? Menurut Felix, kliennya tidak akan melakukannya karena sudah diajukan Bram. Putusannya (MK) kan berakibat sama jadi cukup Bram saja, kata dia singkat. istiqomatul hayati
Sumber: Koran Tempo, 27 Desember 2004