Puteh Kembali Diperiksa, Penon-aktifan Bukan Domain Politik [17/07/04]
Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh kembali diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (16/7). Selain pemeriksaan terhadap Puteh terkait dengan dugaan korupsi pembelian helikopter MI-2 buatan Rostov Rusia, KPK juga melakukan gelar perkara pengadaan listrik di Provinsi NAD bersama dengan Markas Besar Polri dan beberapa pejabat Departemen Keuangan.
Hari Jumat, Forum Pemantau KPK menemui pimpinan KPK untuk menanyakan perkembangan kinerja KPK selama enam bulan, termasuk membahas perkara Puteh. Ketua Forum Pemantau KPK Romli Atmasasmita mengatakan, surat yang dilayangkan KPK kepada Presiden untuk memberhentikan sementara Puteh masih termasuk kewenangan KPK. Dilihat dari jiwa dan semangat UU KPK itu, seharusnya pejabat atau penyelenggara negara atau kuasa hukum yang bersangkutan menyadari bahwa perintah penon-aktifan Puteh bukan berada pada domain politik. Itu jelas domain hukum, jadi jelas KPK melaksanakan UU KPK, kata Romli.
Romli juga menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap diri Puteh sama sekali tidak ada kaitannya dengan pengadilan tindak pidana korupsi yang belum terbentuk. Kalau ada pendapat seperti itu, itu hanya upaya pengalihan perhatian saja sebetulnya. Karena untuk ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah memiliki bukti permulaan yang cukup minimal dua, jelas Romli.
Secara terpisah, Koordinator ICW Teten Masduki mendesak Presiden Megawati untuk tidak menggantung status Puteh. Kalau mau diberhentikan sementara segera dilakukan, kalau mau dibiarkan sebagai gubernur ya diberikan alasan. Jangan digantung, kata Teten.
Soal helikopter
Puteh diperiksa tiga hari berturut-turut. Belum diketahui akhir pemeriksaan ini. Kemarin, ia diperiksa sejak pukul 09.00, baru menyelesaikan pemeriksaan pada pukul 18.00. Puteh menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap dirinya lebih fokus pada alasan kenapa helikopter dibeli, alasan mengapa tidak dilakukan tender, dan bagaimana tanggung jawab keuangan terhadap pembelian tersebut. Saya jelaskan secara detail. Pembelian itu dilakukan tanpa tender karena daerah kita adalah daerah konflik. Mau ke mana-mana tidak bisa, baik jalan darat maupun jalan laut, padahal kita membutuhkan alat transportasi untuk menemui rakyat yang trauma akibat diteror GAM, jelasnya.
Dalam gelar perkara soal pengadaan listrik di Provinsi NAD, Kepala Bagian Reserse dan Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal (Pol) Suyitno Landung menjelaskan bahwa posisi Puteh masih sebagai saksi. Namun tergantung pada hasil pemeriksaan nanti, kalau sebagai perbuatan induk yang mengakibatkan adanya kerugian negara, dimungkinkan sekali Gubernur NAD terlibat dalam tindak pidana korupsi dan diposisikan sebagai tersangka. Itu tergantung pada pemeriksaan pada panggilan kedua ini.
Dana dipotong
Sekretaris Komisi C DPRD Banda Aceh Daeng Iskandar yang juga datang ke KPK menjelaskan bahwa DPRD Banda Aceh termasuk salah satu daerah tingkat II yang menolak pembelian helikopter tersebut. Menurut Iskandar, rencana pembelian helikopter itu disampaikan pimpinan DPRD Banda Aceh dalam rapat paripurna. Namun dalam rapat paripurna, semua fraksi yang ada di DPRD Banda Aceh menolak rencana pembelian tersebut.
Alasan kami karena dana tersebut sangat besar, padahal kami membutuhkan dana itu untuk alokasi sektor lain. Saat itu ada instruksi tertulis dari gubernur kepada pimpinan DPRD dan pimpinan DPRD menyatakan tidak mudah untuk memberikan persetujuan. Oleh karena itu, di DPRD Banda Aceh kami lalu melakukan rapat paripurna dan hasilnya semua fraksi menolak, jelas Iskandar.
Direktur Eksekutif Imparsial, Munir, mengkritik penanganan kasus dugaan korupsi Puteh oleh KPK, yang dinilainya berputar pada persoalan tidak esensial seperti haruskah Puteh dinon-aktifkan atau tidak.
Bahkan tambah Munir, pengusutan Puteh justru menunjukkan unsur abnormalitas lantaran hal itu tidak mewakili gambaran bahwa KPK peduli terhadap masalah korupsi. Pengusutan Puteh menurut saya lebih disebabkan adanya pertarungan politik perebutan posisi jabatan Gubernur NAD sejak pemberlakuan darurat militer sebelumnya. Memang ada korupsi di sana, akan tetapi kenapa sekarang concern-nya justru ke Puteh? ujar Munir. (vin/dwa)
Sumber: Kompas, 17 Juli 2004