Puteh Tak Sanggup Selesaikan Pleidoinya
Abdullah Puteh, terdakwa kasus korupsi pembelian helikopter Mi-2 Rostov buatan Rusia, tak sanggup menyelesaikan pembacaan pleidoi (pembelaan) pribadinya dalam persidangan yang digelar kemarin. Sebab, Gubernur (nonaktif) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam itu tiba-tiba mengeluh sakit.
Saya minta waktu tujuh menit untuk istirahat. Setelah itu saya lanjutkan membacakan kesimpulannya saja, kata Puteh kepada majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin. Dengan suara pelan, ia meminta hakim melanjutkan persidangan dengan pembacaan pleidoi dari penasihat hukumnya. Ketua majelis hakim Kresna Menon menunda persidangan selama 15 menit.
Setelah skors dicabut, giliran jaksa penuntut umum Khaidir Ramli yang meminta majelis hakim menunda persidangan. Terdakwa tak bisa melanjutkan persidangan setelah melihat kondisi fisiknya, kata dia. Pernyataan itu dikuatkan keterangan dari Juan Felix Tampubolon, penasihat hukum terdakwa. Kondisinya semakin drop, kata dia.
Majelis hakim kemudian meminta jaksa menghadirkan dokter Rutan Salemba, Prada T.H. Sibarani untuk memeriksa Puteh. Namun, Sibarani ternyata tidak hadir karena sakit. Puteh akhirnya diperiksa oleh dokter Budi Nugraha dari Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC).
Dari hasil diagnosis Budi, ternyata kondisi Puteh tidak bermasalah. Tak ada kelainan detak jantung, cuma tekanan darahnya sedikit di atas normal. Pasien mengeluhkan pusing tapi masih dalam keadaan sadar, kata Budi kepada majelis hakim. Ia menyarankan agar dilakukan pemeriksaan lanjutan. Majelis hakim akhirnya menunda sidang hingga Kamis (17/3) mendatang.
Dalam pleidoi yang sempat dibacakan sebagian, Puteh mengakui adanya rekening khusus atas namanya di Bank Bukopin Jakarta yang menampung dana daerah untuk membeli helikopter itu. Ini terobosan dan wujud hak diskresi kepala daerah, kata dia.
Puteh mengakui adanya pemberian uang Rp 750 juta kepada PT Putra Pobiagan Mandiri (PPM), agen penjual helikopter Mi-2 Rostov sebelum kontrak jual-beli ditandatangani. Ia membantah kalau uang itu dikatakan sebagai uang muka seperti didakwakan jaksa, melainkan sebagai tanda keseriusan. Dana itu hanya pinjaman sementara kepada PPM, bila tidak deal uangnya dikembalikan, kata dia.
Saat sidang diskors, sebagian pendukung Puteh yang menamakan diri Laskar Merah Putih menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan pembacaan puisi. Mereka meminta agar hukum ditegakkan. edy can
Sumber: Koran Tempo, 15 Maret 2005