Putusan MK Hambat Pencerdasan Bangsa

Putusan Mahkamah Konstitusi yang memasukan gaji pendidik dalam anggaran pendidikan 20 persen dinilai sangat aneh dan mengabaikan kondisi objektif masyarakat. Putusan tersebut akan merugikan guru dan secara langsung menghambat pemerintah dalam menjalankan kewajiban konstitusi, menyediakan pelayanan pendidikan bermutu dan gratis bagi masyarakat terutama pada tingkat dasar.

Putusan Mahkamah Konstitusi yang memasukan gaji pendidik dalam anggaran pendidikan 20 persen dinilai sangat aneh dan mengabaikan kondisi objektif masyarakat. Putusan tersebut akan merugikan guru dan secara langsung menghambat pemerintah dalam menjalankan kewajiban konstitusi, menyediakan pelayanan pendidikan bermutu dan gratis bagi masyarakat terutama pada tingkat dasar.

Hal tersebut mengemuka dalam sidang pertama eksaminasi atas putusan MK no.24/PUU-V/2007 di Wisma PGI (12/3/03). Hadir dalam sidang, tim perumus yang berasal dari Indonesia Corruption Watch dan Koalisi Pendidikan serta lima orang anggota majelis eksaminasi, yaitu Prof. Dr. Winarno Surachmad, Prof. Sudjiarto, Zainal Arifin M.Husein, S.H.,L.L.M, Supriyadi Widodo, dan Yuna Farhan.

Kewajiban Konstitusional
Menurut pakar pendidikan Prof. Sudjiarto, latar belakang ditetapkannya ayat (4) pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang menggariskan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD, bukan asal comot. Tapi merupakan upaya agar pemerintah dapat menjalankan kewajiban konstitusionalnya, seperti membiayai sepenuhnya penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar, mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sedangkan tidak dimasukannya gaji guru dalam anggaran pendidikan, menurut ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia, bukan berarti kesejahteraan guru diabaikan. Sebab, dalam UU Sisdiknas 20/2003 maupun UU 14/2005 mengenai guru dan dosen, hal tersebut telah dijamin. Bahkan guru berhak mendapat berbagai penghasilan dan tunjangan, misalnya tunjangan profesi atau maslahat tambahan.

Atas putusan MK, Soedjiarto mengaku sangat kecewa,

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan