Ramai-ramai Rampok APBD DKI Jakarta
Ramai-ramai Rampok APBD DKI Jakarta
Kasus dana siluman di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014 kembali terjadi di 2015. Hal tersebut terlihat dari Rancangan APBD (R-APBD) 2015 yang dilakukan pembahasanya di DPRD DKI Jakarta awal tahun 2015 lalu.
Peneliti Hukum dan Politik Anggaran Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengatakan tidak dipungkiri dalam R-APBD DKI 2015 terlihat banyak 'selipan’ anggaran. Jika dibandingkan dengan data yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (e-budgeting) maka tidak ditemukan kesamaan antara pembahasan yang dibahas DPRD DKI dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dari data yang dimiliki Indonesia Budget Center (IBC) terdapat selipan anggaran baru sebesar Rp 9, 55 triliun untuk 4.275 kegiatan dari 55 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Berikut table dana siluman RAPBD 2015 versi DPRD DKI beserta kegiatan yang diusulkan oleh SKPD namun tidak terlampirkan pada RAPBD 2015 versi Pemprov DKI (Ahok):
Temuan IBC Mengenai Usulan Kegiatan Baru dan Anggarannya Dalam RAPBD 2015 versi Pembahasan DPRD Yang Tidak Muncul Dalam RAPBD 2015 versi Pemprov DKI
No |
SKPD |
Usulan Kegiatan Baru versi RAPBD DPRD |
RAPBD versi Pemprov DKI |
||
Komisi DPRD |
Jml Kegiatan |
Jml Anggaran |
|||
1 |
Dinas Pendidikan, Pusat Pengembangan Kompetensi Guru dan Kejuruan, Sudin, |
E |
2,470 |
5,068,912,910,440 |
Tidak Muncul |
2 |
BLUD RS Tarakan |
E |
1 |
27,000,000,000 |
Tidak Muncul |
3 |
Dinas Bina Marga, Sudin Bina Marga |
D |
167 |
67,425,573,000 |
Tidak Muncul |
4 |
Dinas Tata Air, Sudin Tata Air |
D |
103 |
579,636,158,000 |
Tidak Muncul |
5 |
Dinas Perumahan dan Gedung Pemda dan Sudin |
D |
118 |
512,773,473,139 |
Tidak Muncul |
6 |
Dinas Perhubungan dan Transportasi, Sudin, Unit Pengelola Angkutan Perairan dan Kepelabuhanan, Unit Pengelola Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik (ERP) |
B |
11 |
53,163,576,750 |
Tidak Muncul |
7 |
Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Sudin |
D |
110 |
319,233,000,000 |
Tidak Muncul |
8 |
Badan Pengelola Lingkungan Hidup, Kantor Lingkungan Hidup Jakpus, Jakut dan Jakbar |
D |
8 |
1,370,000,000 |
Tidak Muncul |
9 |
Dinas Kebersihan dan Sudin |
D |
106 |
1,016,916,666,667 |
Tidak Muncul |
10 |
Sudin Sosial Jakbar, Jaktim dna Jakut |
E |
10 |
11,920,000,000 |
Tidak Muncul |
11 |
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pusat Pelatihan Kerja Pengembangan Industri, PPKD |
B |
90 |
51,071,250,000 |
Tidak Muncul |
12 |
Dinas Koperasi dan UKM serta Perdagangan, Unit Pengelola Lokasi Binaan & Pusat Promosi UMKM |
B |
8 |
8,800,000,000 |
Tidak Muncul |
13 |
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Sudin |
B |
129 |
628,288,832,115 |
Tidak Muncul |
14 |
Kantor Pengelola Kawasan Monas |
B |
1 |
3,708,182,115 |
Tidak Muncul |
15 |
Dinas Olahraga dan Pemuda, Sudin, Unit Pengelola Gelanggang Olahraga, Unit Pengelola Gelanggang Remaja |
E |
293 |
127,219,418,000 |
Tidak Muncul |
16 |
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Sudin |
A |
42 |
13,150,000,000 |
Tidak Muncul |
17 |
Sekretariat DPRD |
A |
8 |
33,700,000,000 |
Tidak Muncul |
18 |
Biro Hukum, Biro Organisasi Dan Tata Laksana |
A |
5 |
1,000,000,000 |
Tidak Muncul |
19 |
Badan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah |
C |
1 |
221,760,000,000 |
Tidak Muncul |
20 |
Satpol PP |
A |
3 |
1,400,000,000 |
Tidak Muncul |
21 |
Dinas Penanggulangan Kebakaran Dan Penyelamatan, Sudin |
A |
71 |
313,216,554,100 |
Tidak Muncul |
22 |
Dinas Pelayanan Pajak |
C |
1 |
10,000,000,000 |
Tidak Muncul |
23 |
Kantor Walikota (Jaktim, Jakbar, Jakut) |
A |
112 |
305,575,000,000 |
Tidak Muncul |
24 |
Kecamatan Pulo Gadung dan Kelurahan |
A |
8 |
996,000,000 |
Tidak Muncul |
25 |
Kecamatan Cengkareng dan Kelurahan |
A |
100 |
12,252,100,000 |
Tidak Muncul |
26 |
Kecamatan Cilandak dan Kelurahan Gandaria Selatan |
A |
1 |
85,000,000 |
Tidak Muncul |
27 |
Kecamatan Cilincing dan Kelurahan |
A |
8 |
1,485,000,000 |
Tidak Muncul |
28 |
Kecamatan Cipayung dan Kelurahan |
A |
6 |
1,080,000,000 |
Tidak Muncul |
29 |
Kecamatan Duren Sawit dan Kelurahan |
A |
3 |
1,000,000,000 |
Tidak Muncul |
30 |
Kecamatan Grogol Petamburan dan Kelurahan |
A |
3 |
355,000,000 |
Tidak Muncul |
31 |
Kecamatan Jatinegara dan Kelurahan |
A |
17 |
1,100,000,000 |
Tidak Muncul |
32 |
Kecamatan Johar Baru dan Kelurahan Galur |
A |
6 |
675,000,000 |
Tidak Muncul |
33 |
Kecamatan Kalideres dan Kelurahan |
A |
40 |
4,863,470,000 |
Tidak Muncul |
34 |
Kecamatan Kebayoran Lama dan Kelurahan Grogol Utara |
A |
1 |
85,000,000 |
Tidak Muncul |
35 |
Kecamatan Kebon Jeruk dan Kelurahan |
A |
44 |
5,428,610,000 |
Tidak Muncul |
36 |
Kecamatan Kelapa Gading dan Kelurahan |
A |
2 |
170,000,000 |
Tidak Muncul |
37 |
Kecamatan Kembangan dan Kelurahan |
A |
62 |
5,353,220,000 |
Tidak Muncul |
38 |
Kecamatan Makassar dan Kelurahan |
A |
3 |
371,000,000 |
Tidak Muncul |
39 |
Kecamatan Matraman dan Kelurahan |
A |
2 |
380,000,000 |
Tidak Muncul |
40 |
Kecamatan Menteng dan Kelurahan |
A |
8 |
965,000,000 |
Tidak Muncul |
41 |
Kecamatan Pademangan dan Kelurahan |
A |
3 |
235,000,000 |
Tidak Muncul |
42 |
Kecamatan Palmerah dan Kelurahan |
A |
6 |
765,000,000 |
Tidak Muncul |
43 |
Kecamatan Pasar Rebo dan Kelurahan |
A |
2 |
265,000,000 |
Tidak Muncul |
44 |
Kecamatan Penjaringan Rebo dan Kelurahan |
A |
2 |
170,000,000 |
Tidak Muncul |
45 |
Kecamatan Pesanggarahan dan Kelurahan |
A |
1 |
85,000,000 |
Tidak Muncul |
46 |
Kecamatan Setiabudi dan Kelurahan |
A |
1 |
85,000,000 |
Tidak Muncul |
47 |
Kecamatan Tamansari dan Kelurahan |
A |
11 |
1,125,000,000 |
Tidak Muncul |
48 |
Kecamatan Tambora dan Kelurahan |
A |
41 |
5,629,139,984 |
Tidak Muncul |
49 |
Kecamatan Tebet dan Kelurahan |
A |
1 |
85,000,000 |
Tidak Muncul |
50 |
Dinas Komunikasi, Informatika Dan Kehumasan, Sudin |
A |
7 |
5,950,132,750 |
Tidak Muncul |
51 |
Dinas Perindustrian Dan Energi |
B |
1 |
2,500,000,000 |
Tidak Muncul |
52 |
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan KB |
E |
1 |
325,000,000 |
Tidak Muncul |
53 |
Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah |
E |
15 |
106,500,000,000 |
Tidak Muncul |
54 |
Badan Penanggulangan Bencana Daerah |
A |
1 |
20,000,000,000 |
Tidak Muncul |
JUMLAH TOTAL |
4,275 |
9,557,604,267,060 |
Sumber: IBC, diolah dari data dokumen RAPBD DKI 2015 versi DPRD dan versi Pemprov DKI
Dari data yang di dapat IBC, terlihat tidak disertakan spesifikasi jumlah barang serta harga satuanya. Kendati demikian, model pembahasan anggaran yang tidak terperinci rawan untuk di mark up.
"Proses penganggaran seperti ini sangat koruptif dan berpotensi di mark up dalam penentuan pemenang dalam proses lelang," kata Roy.
Dengan jumlah selipan anggaran senilai Rp 9,55 triliun membuktikan tidak adanya pengawasan terhadap penetapan DIPA di setiap SKPD sampai pada proses lelang. Sehingga, penggelembungan anggaran pengadaan yang terjadi di APBD 2014 juga terjadi pada RAPBD 2015.
Model penganggaran yang selalu dipakai di DKI Jakarta, merupakan faktor kesengajaan yang dirancang untuk lahan korupsi. Roy melihat, dalam polemik pembahasan APBD 2015 antara DPRD DKI dengan Pemprov DKI. Terlihat membrontaknya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Selaku Gubernur DKI yang murka karena tidak mau ada dana siluman terdapat di APBD DKI 2015.
"Selama ini antara oknum DPRD dan Pemprov DKI terliahat sangat nyaman. Tetapi untuk periode Ahok, Gubernur ini tidak akan membiarkan kesalahan laten tersebut terulang," tegas Roy.
Kedepan, Harus dilakukan terobosan regulasi dalam memasukan anggaran. Regulasi dengan sistem yang lebih transparan dan akuntablel menjadi wajib diterapkan di level eksekutif (tim penyusun anggaran) maupun DPRD.
Pempov DKI Harus Perbaiki sistem e-budegting
Menurut Roy sistem e-budgeting merupakan terobosan dalam membangun fungsi kontrol dan transparasi. Selain itu, e-budgeting dapat menjadi ketetapan harga yang seringkali di 'utak-atik' oleh oknum SKPD yang sedang memainkan anggaran.
Pada proses input, pembenahan harus dilakukan oleh semua SKPD. Tidak kalah penting, adalah proses evaluasi dan rieview. Hal ini untuk memastikan nilai anggaran yang tidak melenceng dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang diusulkan dan realistis.
"Dalam proses pembahasan anggaran, aparaturnya daerah (tim perencana anggaran) harus bertanggung jawab dan memastikan dokumen yang diajukan SKPD harus 'ditandai' dan dicatat. Jadi sewaktu-waktu RAPBD berubah atau diubah kita dapat mengacu pada dokumen awal," paparnya.
Selain itu, Pemprov juga harus memaksimalkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dengan memastikannya diisi oleh orang-orang yang berintegritas. Selain itu juga memastikan adanya efisiensi anggaran pada proses pengadaan agar bisa mencegah korupsi.
Di sisi lain, Kepala Lembaga 'Intens Learning Center' Pengadaan Barang dan Jasa, Leo Nugroho mengatakan, dengan penerapan sistem e-budgeting merupakan salah satu upaya untuk menutup celah penyusupan anggaran APBD. Namun demikian,hal tersebut harus diiringi juga dengan menyempurnakan sistem tersebut, serta memberikan edukasi dan pemahaman kepada penyusun anggaran yang sekarang sudah menggunakan e-budgeting.
Selanjutnya, dalam prakteknya jika terjadi pelanggaran maka pemberian sanksi harus diberlakukan dengan tegas. Misalnya dengan mengganti sumberdaya manusianya yang berkompeten serta d memiliki integritas.
Para pemangku kepentingan harus berperilaku baik waktu menyusun anggaran. Selain itu masyarakat juga harus berperan aktif dalam pengawasan," kata Leo.
Dalam proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah, saat ini Peraturan Presiden (Perpres) No 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa menjadi regulasi yang paling mutakhir dan paling baru. Perpres No 4 Tahun 2015 merupakan revisi keempat dari Perpres No 54 Tahun 2010 yang memuat beberapa poin perubahan seperti akselerasi e-purchasing, percepatan proses pelaksanaan pengadaan, pengembangan metode e-tendering, dan pengadaan barang dan jasa di desa --terkait dengan UU desa-- dengan acuan pedoman dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Mantan Auditor Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini menjelaskan, Perpres No 4 Tahun 2015 diterbitkan dengan tujuan untuk mempercepat penyerapan dan percepatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Banyak yang disederhanakan karena semua lelang dilakukan secara e-procurement baik melalui e-lelang maupun e-seleksi.
Meskipun demikian, sistem ini juga memiliki kerawanan yang harus diantisipasi. Menurut Pak Leo, antisipasi yang harus dilakukan: pertama, pada ketentuan lelang melalui elektronik tidak mengenal hari kerja, karena sistem komputer tidak mengenal hari libur nasional. Karenanya masih diperlukan intervensi manual untuk proses yang terjadi di tengah-tengah hari libur.
Kedua, pengadaan elektronik cepat (e-lelang cepat dan e-seleksi cepat) pengadaan ini tidak memerlukan jaminan. Namun, jika penawar tidak memenuhi kuota dapat ditunjuk langsung dengan melakukan negoisasi teknis dan biaya. Proses ini tergolong cepat, namun mengurangi persaingan dan melestarikan pemain lama tetap bermain di satuan kerja (satker) yang bersangkutan. Di sini rawan terjadi monopoli dan pengaturan pemenang tender.
"Ini membiasakan mereka (pemain) yang sudah berada di zona nyaman, bisa menutup persaingan usaha yang sehat," jelasnya.
Ketiga, untuk pelaksanaan e-procurement cepat diperlukan sistem informasi yang sampai saat ini belum disiapkan oleh LKPP. Sementara peraturan kepala LKPP tentang pelaksanan e-tendering telah dikeluarkan.
Sedangkan yang terjadi saat ini, gubernur menganggap dengan penggunaan e-katalog seharusnya proses pengadaan dapat lebih cepat, tetapi sebaliknya proses tersebut menjadi lambat karena yang memproses adalah LKPP. Jadi masih terjadi ketimpangan dalam penerapan e-katalog.
Untuk itu, jika pemerintah daerah menganggap LKPP bergerak lambat, seyogyanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat membuat e-katalog sendiri atau menggabungkan antara katalog LKPP dengan yang dibuat oleh DKI Jakarta. Selain lebih transparansi, publik juga akan tahu bagaimana 'kerja' yang dilakukan LKPP.
Ahok harus dapat menagih janji LKPP untuk mempercepat e-katalog. Atau DKI Jakarta dapat membuat e-katalog tersendiri yang dapat dipertanggungjawabkan dalam aturan yang berlaku.
"Kalau di gabungkan, publik akan tahu apakah selama ini ada 'kebohongan publik' yang dilakukan LKPP karena bukannya mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, malah sebaliknya," tegasnya.
Masyarakat juga dapat ikut serta dalam mengawal proses pelaksanaan APBD, yaitu dengan aplikasi opentender.net yang langsung terkoneksi ke database LKPP. Masyarkaat juga dapat dibantu oleh LSM untuk memberikan pelatihan bagiamana cara mendorong transparasi di pemerintah maupun DPRD.
"Salah satunya, ICW bisa terus memastikan bahwa opentender.net yang dikelolanya selalu diakses dan berfungsi ketika dipakai oleh publik," ujarnya.
Empat Lahan Empuk korupsi di DKI
Leo mengatakan, bahwa terdapat empat sektor penting di DKI Jakarta yang rawan di korupsi. Yaitu pekerjaan fisik untuk bidang pendidikan, kesehatan, transportasi dan pekerjaan umum. Jika ditelusuri dengan lebih cermat dalam perencanaan anggarannya, ke empat sektor tersebut kemungkinan besar akan ditemukan kejanggalan atau pernyimpangan anggaran.
Selain kegiatan fisik, kegiatan non fisik seperti dana di sektor pendidikan, dana hibah, dana (biaya) perjalanan yang sifatnya pemberian uang langsung kepada penerima kegiatan juga rawan penyimpangan.
"Ada dua potensi kegiatan korupsi di sana yaitu pemotongan uang dan pekerjaan fiktif, yaitu pekerjaan atau aktivitas tidak dilaksanakan tetapi tetap dilaporkan dengan status 'terlaksana'," ucapnya.
Untuk meminimalisir selipan anggaran di APBD kerjasama antara DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat diperlukan. DPRD seharusnya tidak mau jangan menyetujui anggaran yang tidak jelas asal usulnya dari gubernur, sebaliknya gubernur jangan mengesahkan APBD jika setelah pembahasan terdapat selipan anggaran yang dilakukan oknum DPRD. Karenanya jika terjadi serapan yang kecil seharusnya tidak menjadi masalah besar, karena anggaran yang disediakan bukan untuk dihabiskan melainkan dioptimalkan tanpa di korupsikan.
"Jika ditemukan ada anggaran siluman maka buka saja kepada publik (masyarakat), dan Pemerintah provinsi DKI Jakarta jangan mencairkan dana yang peruntukanya tidak jelas," tegasnya.
Mark Up APBD 2014
Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas mengatakan, APBD 2014 telah mengalami banyak ‘selipan’ atau mark up yang terjadi. Mulai dari kasus alat Uninterruptible Power Supply (UPS), tetapi juga printer scanner 3D, global feature learning, dan aplikasi sofware pembelajar dalam sarana penunjang pembelajaran serta pengadaan buku oleh Suku dinas (Sudin) Sekolah Menengah Jakarta Barat (Jakbar). Juga dalam pengadaan UPS, terdapat pengadaan 50 paket UPS di sekolah (Sudin Sekolah Menengah Jakarta Pusat).
Proses lelang UPS pada APBD DKI 2014 terjadi selama 25 hari yaitu sejak 7 November 2014 sampai pada 1 Desember 2015. Yang dimulai dari penguman pascakualifikasi sampai pada penandatanganan kontrak. “Ini terjadi kejanggalan pada 50 pengadaan UPS yang sama dan hanya memakan waktu kurang dari sebulan, padahal biasanya mencapai dua bulan.
Sedangkan pada proses lelang tidak ada sanggahan, keberatan, dan komplain yang dilakukan,” ujarnya.
Pada rincian komponen anggaran untuk pengadaan UPS, berdasarkan dokumen realisasi APBD 2014 khususnya untuk pengadaan UPS, terdapat anggaran honorarium Tim Pangadaan Barang dan Jasa (PBJ) sebesar Rp 4,905 juta, belanja dokumen dan administrasi tender sebesar Rp 495.000, belanja pengadaan rak besi Rp 968 juta, pengadaan UPS/stabilizer sebesar Rp 1,92 miliar, dan pengadaan instalasi listrik sebesar Rp 3,1 miliar dengan total belanja pengadaan UPS sebesar Rp 6 miliar.
Sementara dalam pengadaan perangkat respon murid guna evaluasi belajar (alat peraga) dianggarkan sebesar Rp 3,758 miliar untuk satu sekolah yang terdiri dari 37 unit original Microsoft Operating System (Windows 7) seharga satuan Rp 880 ribu; 37 set perangkat respons dengan harga satuan Rp 54,780 juta; 37 unit Teaching View Wireless Tablet dengan harga satuan Rp 10,450 juta; 37 unit Assessment Suite System Software sebesar Rp 10, 670 juta per unit; 37 unit Tablet Touchscreen terinstall Workspace dengan harga satuan Rp 2,970 juta; 37 unit Virtual Interaktif Workspace sebesar Rp 2,759 juta per unit; 37 unit laptop dengan harga satuan Rp 6,325 juta; 37 unit LCD projector dengan harga satuan Rp 12,375 juta per unit; dan 37 rol kabel masing-masing seharga Rp 367 ribu.
Selanjutnya menurut Firdaus, dalam pengadaan i-Multimedia Education Connect System ada anggaran dianggarkan sebesar Rp 5,936 milyar. Pengadaan alat scanner dan printer 3D yang dianggarkan sebesar Rp 5,9 miliar untuk setiap sekolah, terdiri dari 2 set scanner 3D seharga 1,2 miliar per set; 68 unit Positioning Target sebesar Rp 3,1 juta per unit; 2 unit Printer 3D masing-masing seharga Rp 1,3 miliar; 12 pak Material Model masing-masing seharga Rp 12,5 juta; 24 pak Material Support seharga Rp 6,3 juta per pak dan 2 unit Laptop sehargai Rp 27,5 juta per unitnya.
Kemudian pengadaan Buku-buku berjudul “Rona Batavia, Rona Jakarta” dianggarkan sebanyak 13 paket buku dengan nilai satuan Rp 500 juta. Namun, buku yang terealisasi hanya 6 paket buku yaitu “Hikayat ibukota”, “rezim Rezim ke Rezim”, “Doeloe Rawa Kini Menara”, “Delman Menuju MRT”,
“Menampak Kota Harapan”, dan “Perempuan”, dengan nilai realisasi sebesar Rp 2,925 miliar.
Jika dihitung, perkiraan harga wajar buku yaitu sebesar Rp 45 ribu per bukunya maka total biaya buku sebesar Rp 885, 6 juta. Maka dugaan potensi kerugian negara dari 6 pengadaan paket buku tersebut mencapai Rp 2,1 miiar.
Firdaus menyimpulkan, pengadaan UPS hanyalah bagian kecil dari 1482 mata kegiatan dengan total anggaran Rp 5,060 triliun. “Dengan realisasi belanja Rp 2,3 triliun, maka 51,5% atau 1,194 triliun berpotensi terjadi penyimpangan pengadaan barang dan jasa dari 454 paket kegiatan," jelasnya.
“Semua mata anggaran atau proyek itu termuat pada APBD 2014 dan juga RAPBD 2015. Kami menemukan faktor rent seeking dalam belanja barang dan jasa dengan indikasi mark-up. Bukan hanya di dinas pendidikan, dinas lainnya pun kemungkinan juga melakukannya,” tegas Firdaus.