Reformasi Kejaksaan Tidak Bisa Radikal
JAKSA Agung Hendarman Supandji menegaskan, reformasi birokrasi kejaksaan yang dicanangkan pada September 2008 silam tak bisa dilakukan secara revolusioner dan radikal. Dia menjanjikan, September tahun ini, atau tepat setahun sejak digulirkannya, akan kelihatan bentuk organisasi kejaksaan hasil revisi yang ramping, miskin struktur tapi kaya fungsi.
Hal itu dia sampaikan, menanggapi banyaknya kritik atas kesan lambannya pembenahan yang dilakukan kejaksaan, dengan indikasi banyaknya jaksa nakal dan bermasalah, meskipun reformasi birokrasi kejaksaan telah dicanangkan. "Kejaksaan melakukan reformasi birokrasi tidak secara revolusioner. Tidak radikal. Kalau saya main babat, resistensinya akan besar dari kalangan internal kejaksaan sendiri. Pelan-pelan, tapi pasti. Bertahap dan berkesinambungan," ujar Hendarman, saat beramah-tamah dengan wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (21/7).
Hendarman juga membantah, kalau dikatakan reformasi birokrasi kejaksaan berjalan lamban dan gagal. Karena pada hakikatnya, reformasi itu baru dicanangkan, belum dilaksanakan. "Kalau dikatakan macet, jalan saja belum," kata dia.
Menurut Hendarman, dengan reformasi birokrasi nantinya, organisasi kejaksaan akan dirampingkan. Tidak gemuk seperti sekarang ini. kalau itu sudah dilaksanakan, nantinya tidak ada lagi pengangguran terselubung di institusi yang kini dipimpinnya itu. "Tak ada lagi yang makan gaji buta."
Hendarman memprediksi, pada tahun 2025 nanti kejaksaan akan baik, menemukan bentuk dan kondisi idealnya. Saat itu, dia memastikan, tak akan ada lagi ditemukan perilaku-perilaku jaksa yang menyimpang, seperti menerima suap, menjual barang bukti, dan melakukan jual beli kasus.
"Sedangkan yang harus dilakukan untuk lima tahun ke depan, sosialisasi untuk mengubah paradigma mulai dari eselon I dan eselon-eselon di bawahnya," ujar Hendarman.
Korupsi soal Soral
Pada kesempatan itu Hendarman menyatakan, pentingnya membangun moral antikorupsi sebagai bagian integral untuk memberantas korupsi. Menurut dia, korupsi itu salah satu problem sosial sebagaimana pelacuran yang telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.
"Sumber korupsi itu masalah sosial, budaya, dan moral," kata Hendarman.
Karenanya, untuk menumpasnya perlu pendekatan moral pula. Penegakan hukum hanya bisa mengurangi saja. "Karena ini masalah moral, maka harus diberantas lewat pendekatan moral," kata dia. [by : Abdul Razak]
Sumber: Jurnal Nasional, 22 Juli 2009