Reformasi Kepolisian Masuk Tahap Kedua
Saat ini polisi memasuki tahap kedua dalam reformasi birokrasi setelah pada tahap sebelumnya berusaha membangun kepercayaan publik. ”Tapi, bukan berarti trust building tidak dilanjutkan. Ini masih lanjut ke langkah selanjutnya, yakni kemitraan,” kata Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan Polri Inspektur Jenderal Paulus Purwoko di sela-sela acara diskusi tentang ”Akuntabilitas dan Hak Asasi Manusia di Kepolisian, Pengalaman Asia dan Eropa” yang digelar The Hanns Seidel Foundation dan Asia-Europe Foundation di Jakarta, Kamis (28/4).
Paulus mengakui, meski belum sempurna, reformasi birokrasi dan kultural yang dijalankan kepolisian ada hasilnya. Dia tak menutup mata dengan masih adanya perilaku menyimpang dan koruptif anggota kepolisian. Reformasi kepolisian yang digagas sejak 1999 sebenarnya memuat cetak biru tentang harapan masyarakat terhadap aparat kepolisian.
”Kami melakukan beberapa upaya koreksi. Namun, itu semua bisa lanjut kalau memang ada upaya komplain dari masyarakat. Kalau ada fakta (pelanggaran) dan polisi tidak bertindak, laporkan. Gunakan institusi pengawasan,” tutur Paulus.
Menurut Kepala Delegasi Komisi Eropa untuk Indonesia Julian Wilson, pengalaman polisi di negara-negara Eropa sebenarnya tak jauh berbeda. ”Mereka juga menghadapi isu hak asasi manusia,” katanya.
Bahkan pengalaman polisi Indonesia yang menghadapi masyarakat dengan beragam latar belakang bisa menjadi bahan untuk bertukar pengalaman dengan polisi di negara Eropa yang juga menghadapi imigran dengan berbagai latar belakang.
Kekerasan massa
Pakar hukum pidana Ronny Nitibaskara dalam seminar bertema ”Revitalisasi Polri dalam Penanganan Tindakan Anarkis Massa di Indonesia” yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jakarta, Rabu (27/4), menyatakan, Polri perlu melakukan analisis kelompok massa dalam menghadapi tindak kekerasan massa. ”Hasil analisis dapat digunakan untuk memetakan kelompok masyarakat yang akan berpotensi besar memicu timbulnya kekacauan dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi,” kata Nitibaskara.
Selain analisis kelompok massa, dalam mengantisipasi tindakan anarkis, Polri juga perlu melakukan tindakan lain, seperti penyiapan personel dan perencanaan operasional.
Terpisah, Kepala Biro Operasi Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sujarno mengatakan, Polda Metro Jaya mempersiapkan 6.000 polisi untuk pengamanan Hari Buruh 1 Mei.
Selain elemen serikat buruh, lanjut Sujarno, ada juga kalangan aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat yang akan berunjuk rasa. Pengamanan akan difokuskan pada beberapa titik strategis, seperti Istana Negara. (BIL/FER)
Sumber: Kompas, 29 April 2011