Reformasi Polri, Terorisme dan Korupsi
Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi selain wewenang Kejaksaan Agung, juga wewenang Kepolisian Negara RI (Polri). Tersendat-sendatnya pemberantasan korupsi, antara lain karena oknum-oknum kepolisian justru ditengarai ikut terlibat dalam lingkaran korupsi. Sungguh ironis, jika polri yang mestinya jadi institusi penegak hukum malah menjadi lembaga terkorup setelah Ditjen Pajak. Tugas pokok lain yang belum optimal ditangani polri adalah pemeliharaan ketertiban dan keamanan publik, serta mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat.
Pendapat publik dan hasil berbagai penelitian justru menggambarkan, rasa aman masyarakat masih jauh dari harapan. Polri belum menjadi abdi utama rakyat. Berurusan dengan polisi dianggap menambah masalah baru. Kesan kuat di masyarakat, bahwa polisi gampang disuap. Uang kerap kali menjadi kata kunci dalam penyelesaian berbagai hal. Yang paling aktual dan mengerikan, adalah jika polri tidak bertekad mencegah dan memberantas secara tuntas illegal logging di Papua dan Kalimantan. Belum lagi penebangan liar yang sama sekali belum tersentuh tindakan hukum di Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh Tenggara).
Khusus terkait dengan ancaman keamanan akibat teror-teror bom, pada kesempatan HUT-59 Polri 1 Juli, pemerintah, dan DPR sudah harus secara simultan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja polri terutama selama dalam satu tahun ini. Kegagalan antara lain, menangkap otak pelaku pengeboman di Indonesia Dr Azahari dan Noordin M Top (dalam waktu 100 hari, Oktober 2004) patut dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja polri yang belum optimal. Sebagai penanggung jawab tertinggi institusi polri, Jenderal Da