Rekanan Mulyana W Kusumah Divonis Empat Tahun

Rekanan Mulyana Wira Kusumah, mantan Direktur Utama PT Survindo Indah Prestasi Sihol Manullang, divonis empat tahun penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Meski menyebutkan adanya kerugian negara sebesar Rp 15,749 miliar, majelis hakim tidak membebani Sihol untuk membayar uang pengganti Rp 15,749 miliar.

Vonis ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (11/5), dalam sidang yang dipimpin oleh Moefri.

Selain dipidana empat tahun penjara, Sihol juga harus membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim menilai Sihol terbukti bersalah telah melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Meskipun kerugian negara sebesar Rp 15,749 miliar, tidak ada satu terdakwa pun yang diperintahkan membayar uang pengganti kerugian negara ini. Beberapa waktu lalu, dalam sidang vonis Mulyana Wira Kusumah dan RM Purba dengan komposisi majelis hakim yang lain, Mulyana maupun Purba juga hanya divonis penjara selama 15 bulan. Mulyana dan Purba juga tidak dibebankan membayar kerugian negara sebesar Rp 15,749 miliar (Kompas, 14/12/2006).

Di dalam pertimbangan majelis hakim yang dipimpin Moefri, majelis hakim menyebutkan, dari pengadaan kotak suara 440.526 buah dengan nilai pembayaran Rp 62,510 miliar atau setelah dipotong pajak pembayaran sebesar Rp 55,591 miliar. Pembayaran ini dibayar langsung ke rekening PT Asgarindo.

Pembayaran tersebut dipotong dengan biaya produksi Rp 40,202 miliar sehingga terjadi selisih Rp 15,741 miliar.

Menurut hakim Ugo, majelis hakim menilai Sihol Manullang telah memperkaya PT Asgarindo sebesar Rp 15,741 miliar. Sementara soal uang Rp 5 miliar yang diterima Sihol, majelis hakim mengatakan kalau uang tersebut bukanlah uang APBN yang diperuntukkan bagi KPU, melainkan merupakan pembayaran royalti yang diterima Sihol dari Lukman SK terkait dengan pengalihan kepemilikan PT Survindo Indah Prestasi (SIP).

Seusai sidang Sihol mempertanyakan soal pertimbangan hakim yang menilai ia telah memperkaya PT Asgarindo. Bagaimana saya memperkaya Asgarindo? Saya hanya sampai 5 Januari 2004, sementara tender kotak suara Maret 2004. Surat kuasa itu sudah saya tunjukkan di sidang, lalu kenapa saya masih dipersalahkan telah memperkaya Asgarindo? kata Sihol.

Kuasa hukum Sihol, Happy Sihombing, mengatakan, pertimbangan hukum majelis hakim soal kerugian uang negara adalah pertimbangan hukum yang kontradiktif. Pertimbangan itu kontradiktif karena di dalam putusan Mulyana dan Purba disebutkan kalau Mulyana dan Purba bersama-sama dengan klien saya melakukan tindak pidana. Di dalam vonis Mulyana dan Purba tidak ada kerugian keuangan negara, tetapi di dalam putusan klien saya ada. Ini kontradiktif, kata Happy Sihombing.

Majelis hakim di dalam pertimbangan hukum menyebutkan, PT SIP tidak memiliki kemampuan untuk membuat kotak suara dan juga PT SIP bergerak di perdagangan umum, tetapi PT SIP ikut tender dalam pengadaan kotak suara. Selain itu, PT SIP juga mensubkontrakkan pekerjaan yang ia peroleh ke perusahaan-perusahaan lain. (VIN)

Sumber: Kompas, 12 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan