Rekomendasi Jaksa Agung Dipertanyakan
Panitia seleksi diminta hati-hati.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Patra M. Zen mempertanyakan rekomendasi Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk mendorong jaksa-jaksa aktif mencalonkan diri sebagai pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Patra, Kejaksaan Agung merupakan salah satu pilar pemberantasan korupsi. Tapi kok malah merekomendasikan jaksanya jadi pemimpin KPK? ujarnya.
Seharusnya, kata Patra, Kejaksaan Agung bisa melaksanakan tugas pemberantasan korupsi dengan wewenang yang dimiliki lembaganya sendiri. Tidak harus lewat KPK, ujarnya.
Lima nama yang mendapat rekomendasi Jaksa Agung adalah Alex Sato Bya (Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara), Antasari Azhar (Direktur Penuntutan di Jaksa Agung Muda Pidana Umum), Togar Hutabarat (Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pengawasan), Marwan Effendi (Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur), dan Burhanudin B. Basa (jaksa karier di Sulawesi Selatan).
Juru bicara Kejaksaan Agung, Salman Maryadi, mengakui Jaksa Agung Hendarman Supandji merekomendasikan lima jaksa menjadi pemimpin KPK. Beliau memang mendorong jaksa-jaksa yang ingin mencalonkan diri, kata Salman melalui sambungan telepon kemarin.
Menurut Salman, rekomendasi itu dikeluarkan karena terkait dengan sistem organisasi di Kejaksaan Agung. Pencalonan diri para jaksa aktif itu, kata Salman, atas keinginan masing-masing. Tidak ada salahnya, kan? ujarnya.
Salman menampik kritik Patra yang mengatakan pemberantasan korupsi juga merupakan tugas Kejaksaan Agung. Menurut Salman, masih banyak jaksa lain yang menangani kasus-kasus korupsi di Kejaksaan Agung. Lagi pula, ini kan juga untuk kepentingan negara, katanya.
Selain mempertanyakan rekomendasi Jaksa Agung, Patra meminta panitia seleksi calon pemimpin KPK lebih hati-hati dan ketat dalam menyaring para pendaftar. Ada pendaftar calon pemimpin KPK yang berkepala dua, kata Patra di kantornya kemarin. Mereka mengatakan antikorupsi, tapi menjadi pembela terdakwa korupsi di pengadilan, katanya.
Di antara para pendaftar, Patra melanjutkan, ada dosen atau profesional yang pernah menjadi saksi ahli meringankan terdakwa korupsi. Ia pun mempertanyakan kredibilitas para aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim, bahkan tentara atau para pensiunan militer yang mencalonkan diri. Mereka tak terbukti memiliki prestasi dalam pemberantasan korupsi, ujarnya.
Menanggapi banyaknya kritik dan saran, panitia seleksi mulai kemarin membuka situs pengaduan di Internet dengan alamat http://kormonev.menpan.go.id. Situs ini akan memuat pula riwayat hidup para calon yang mendaftar. Masyarakat juga dapat mengirimkan pengaduannya melalui telepon, faksimile, SMS, dan pos. Semua pelapor akan dilindungi dan dijaga kerahasiaannya, ujar wakil ketua panitia seleksi, H.R. Ritonga.TITO SIANIPAR | SORTA TOBING
Sumber: Koran Tempo, 5 Juli 2007